-buat Nero Taopik Abdillah
Karya : D. Dudu A. R.
Malam 1
Seperti biasa meskipun tak sering, Handphone berdering
Isyaratkan semilir pertemuan hening, terangkai di pesan singkat
: O, kawan lama yang masih setia dengan pengembaraan
Yang selalu dijawab entah berujung dimana.
“Blues uing di Kostan Ridwan, ayeuna ditungguan!”1
Kalimat tidak asing kadang menyungging akhir pekan
Saat kelanaku meruncing ke kota laut utara untuk menemui
Gubuk sebelum delta. Langit sedikit menyeringai sombong, kala gairahku
Memuncak untuk merenda rencana bersama urang culamega2
: hujan lebat menampar paras sedikit panas
Demi batin yang dipintal selama lima tahun pasca sarjana
Aku rela, sekedar menyalami sosok yang sebenarnya memiliki
Tujuan berbeda.
: aku tiba
Pintu sebuah kostan, dulu sempat kujamah ketika menenun kampus dulu
Kesekian kali, kembali ke ruang yang tak asing menyayup kenangan
: gerungan motor Bebek Honda, adalah isyarat yang tak aneh di telinganya
“Hahaha, huhujanan sia!”3
Sebuah pengorbanan adalah canda di keakraban
Lembayung menukik ke palung malam,
Sayang, Semburat bulan diculik awan
Malam 2
Kau tumpahkan ribuan sajak yang sudah membumbung ke langit tujuh
Lalu, kau ceritakan sebuah ketulusan katakata yang dilukis para sepuh
Ya, aku tahu. Senda petuah tentang laut kata, tak bisa dimuncratkan sesaat saja
: kita menulis resah di dinding sunyi bercat biru, tapi tetap ngilu menyiratkan grafiti
di kamar malam yang semakin bisu
Aku sedikit terperangah, karena tenungmu tentang kembara gelisah
Tersirat di keriting kening, dihempas deburan ombak gulana di setiap lekuk paras berminyak
: tibatiba kau bernyanyi tentang bidadari yang sebetulnya tidak pernah berkhianat.
“Sudahlah! Aku bosan tentang kidung yang tidak pernah berujung tentang perempuan semburat bulan yang hampir lenyap”
Malam 3
Kau kutinggalkan, sementara bulir waktu hampir patah di pohon temu
Tapi rindumu kepada malam yang setia menyelimuti gundah, tak pernah pudar
: kau panggil aku yang tenang menela’ah kalam, selepas maghrib datang
Kemudian, menegaskan rayuan tentang kidung sajak malam yang masih diperdebatkan
Tak pernah padam, kelakuanmu yang hampir runyam, terselamatkan
Karena aku tenggelam ketika sajaksajakmu yang tak kumengerti
Kini senyawa dengan naluri yang sedang mengobarkan birahi imajinasi
: Kita menjadi sajak dan puisi, lalu bercumbu saban sabat ngungun
Perangai malam memagut rindu temaram kepada sedu sedan, hilang.
Malam 4
Dua bungkus nasi kuning menyumpal lapar
Kala nanar mengejang di lengkuas keheningan
antara aku dan kau. Ya, malam ini jiwa menjadi sunyi
Menelusup ke ruang puisi, kita menjadi katakata termaktub di setiap jelaga.
Kadang ribuan makna dipugar menjadi rangkai kata yang ngarai
Mengacak malam, semakin memucuk ke padang mawar
Melarung batin hingga mengurai rinai langit
Lalu, setia menjadi sahabat shubuh dan kejora ketika putik mekar
Memagari detikdetik malam terakhir, kemudian hanyut ke dalam mimpi
Tasikmalaya, 31 Mei 2010
_______________
Seluruh kata dan kalimat yang ditandai, menggunakan Bahasa Sunda.
1) Blues, saya di Kostan Ridwan, ditunggu sekarang!
2) Orang Culamega (daerah Tasikmalaya Selatan)
3) Hahaha, kamu diguyur hujan?