Selasa, 08 Juni 2010

MALAM DUA PULUH TUJUH

Karya : D. Dudu AR


#1

Sekelebat semburat makna di ranting malam

menegaskan gumpalan putih-hitam merupa siluet awan

menghidangkan kenangan menunggangi renungan

hembusannya menampar paras kerut, menelusup ke jantung,

sejalan gurat kembara merupa terakota di ceruk jejak


Di lengkung langit, biru merayu kalbu, mengulur

langkah ke lanskap jiwa, memagut tenung

kepada Dia dan benih yang masih bersemayam

di kandung perempuan kota laut utara; cirebon.


Sejenak, bertanya kepada bumi yang hampir musnah

”Adakah taman untuk anakanakku nanti? Sebagai tempat bersenda ceria

Bersama keluarga kecil kami?” Dan matahari memancar ke perut tegun,

gerogoti otak, lalu vertigo, kadang schizophrenia

memintal teguh kepada pucuk kepasrahan semesta

: dunia bukan tempat damai lagi untuk disinggahi


Namun, jarum jam selaras degup jantung

meremas jiwa bila tak mampu menjelujur masa lalu

membentuk jaringjaring masa depan yang mapan

hingga sejahteralah pikir dari selibut kengerian zaman


#2

Getir yang sempat memunggungi temaram

tak lagi menampakkan buncah, acapkali mata rembulan mengerling

kepada selibut malam


Dia anugerahi diri, atas senyap nikmat dari bingar umpatan alam

Saban serpihan langit merinai di kerontang jiwa

mengajak merintih setiap lengkung menekuk

ke buihbuih kelenyapan dari rembulan ke matahari


#3

Pasti ada Tuhan dalam sajakku

penggenggam katakata rindu dan pilu

terukir disetiap semburat tinta

menciprat cerita romansa hingga binasa


Pasti ada Tuhan dalam sajakku

membawa diri ke lautan hindi

hingga bertepi di selasar relung

lalu, deburkan ombak renung kata

berbuih, merenyuh, mengkristal ke langit


Pasti ada Tuhan dalam sajakku

karena, semua siratan makna

kutemukan selepas nakhkodai bahtera

dari samudera jiwa


Pasti ada Tuhan dalam sajakku

Karena aku, lumbung renung


Tasikmalaya, 06 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar