Senin, 26 April 2010

ESSAI 2

UASBN SD bukan Musuh yang Harus Ditaklukkan dengan Cara Tidak Sehat

Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

"Nanti, saya akan bekerjasama dengan guru-guru Kelas VI UPTD. Entah Berantah, meminta sisa soal yang dikirimkan Dinas Pendidikan untuk UASBN SD tahun ini", cetus salah seorang ibu yang berseragam dinas guru di angkot. Hati mendadak meringis, setelah mendengar perbincangan salah satu pengajar itu dengan kawannya. Betapa tidak, ketidak percayaan atas kemampuan siswa-siswinya menghadapi UASBN SD, yang sebentar lagi dilaksanakan di awal Mei 2010, menghancurkan esensi pendidikan itu sendiri. Betapa tidak, siswa dipaksa untuk mendramatisir sebuah evaluasi yang berstandar nasional tersebut. Siswa sudah memiliki jawaban-jawaban dari gurunya, sehingga dalam pelaksanaannya mereka tinggal mengisi lembar jawaban. Mau jadi apa generasi negeri ini? Meskipun 20 tahun ke depan jika tidak ada kesadaran berbagai pihak dalam memajukan pendidikan, negeri ini tetap berada di belakang negara lain.

Melihat peristiwa di atas, pendidikan bukan lagi bertujuan untuk mengasah kompetensi siswa. Namun, berlomba untuk sebuah pencitraan instansi secara kuantitas di mata masyarakat, khususnya orang tua siswa, agar instansi sekolah tersebut dibilang bagus. Bisa jadi, celetukan guru di angkot tadi mewakili paranoia guru-guru lain untuk melakukan hal serupa. Perlu kesadaran tinggi untuk memajukan pendidikan negeri ini, tidak semata-mata hanya kuantitas, tetapi bagaimana caranya meluluskan siswa-siswi yang berkualitas untuk meneruskan cita-cita para founding father?

Hal seperti ini tidak boleh terjadi, karena dapat merusak tujuan pendidikan yang sangat mulia telah dipaparkan dalam Pasal 4, Sistem Pendidikan Nasional :

“Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.


Ironis sekali memang, jika oknum guru kelas VI SD dan UPTD Pendidikan, berjama’ah untuk membocorkan soal yang telah dirahasiakan oleh negara. Di samping itu, dampak yang paling mendasar yaitu memberikan contoh yang sangat buruk terhadap perkembangan anak, disadari atau tidak hal tersebut membentuk siswa menjadi seorang plagiator. Masyarakat Indonesia, sudah terkenal dengan kepintaran menjiplak karya-karya orang lain; pembajakan, pembuatan karya ilmiah, dsb. Maka, sudah selayaknya para pendidik menjadi pioneer membentuk karakter manusia bangsa ini yang mandiri dan mampu menciptakan sesuatu yang mengharumkan negeri di mata dunia. Stop! Satu kata yang paling mutlak, membentuk generasi yang tidak baik.


Jangan jadikan UASBN itu sebagai akhir segalanya dari evaluasi pengajaran dan pembelajaran. Sehingga, hal-hal yang tidak patut dilaksanakan oleh guru, artinya membocorkan soal untuk dibagikan kepada siswa menjadi sumber satu-satunya, agar siswa-siswi tersebut lulus dan memiliki predikat baik dengan menghalalkan segala cara.


Diharapkan, pengawas sekolah dan independent bekerjasama untuk tidak terbujuk oleh oknum guru tersebut. Yang penting dalam ujian berstandar nasional adalah sebagai refleksi selama proses pengajaran dan pembelajaran 2 semester di kelas VI. Jangan pula hasil UASBN adalah satu-satunya standar kelulusan bagi siswa. Karena, ini tidak sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD; banyak aspek penilaian yang harus dikonvergensikan dalam meluluskan atau tidaknya siswa kelas VI.


Khusus untuk guru kelas VI, mari memajukan pendidikan dengan cara yang sehat, biarkan siswa-siswi kita mengembangkan daya intelektualnya sendiri, selama UASBN berlangsung. Bagaimanapun, proses pembelajaran sudah diusahakan dengan sebaik-baiknya. Jadi, percayakan semuanya kepada usaha siswa, yang selama ini sudah dibimbing oleh kita. Ingatlah pepatah Ki Hajar Dewantara :

Ing ngarso sung tulodo

Ing madya mangun karso

Tut wuri handayani

ESSAI 1

Meningkatkan Daya Cipta dan Apresiasi Puisi Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar

Dengan Menggunakan Model Contextual Teaching and Learning

Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

Sastra merupakan bagian dari bahasa, secara implisit bisa dikatakan sebagai bentuk bahasa yang mengungkapkan pemikiran dengan perlambangan, kiasan (metáfora), dan retorika bahasa si penulis dalam menyampaikan pesan. Sementara, puisi adalah salah satu bentuk sastra yang memiliki aturan-aturan tertentu; memiliki larik, isi, bait, dst. Sehubungan dengan hal di atas, sastra akan lebih dicintai siswa, apabila guru menggunakan model pembelajaran yang kreatif dalam meningkatkan daya cipta dan apresiasi sastra (puisi) di kelas.

Sesuai dengan latar belakang di atas, kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa di sekolah dasar adalah menulis. Khususnya di kelas 5 sekolah dasar, aspek menulis dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; --surat, puisi, cerpen, parafrase, dst. Kaitan dengan aspek menulis, siswa kelas 5 sekolah dasar dapat dididik lebih dini terhadap daya cipta dan apresiasi sastra (puisi). Dalam menulis puisi, siswa sekolah dasar dapat dibimbing dan dikembangkan sesuai kapasitas intuisi dalam perlambangan dan kias bahasanya (metáfora).

Salah satu bentuk sastra yang cukup diminati di kelas 5 sekolah dasar adalah menulis puisi . Karena, siswa dapat mencurahkan segala isi hatinya ke dalam tulisan. Untuk itu, guru memiliki kesempatan besar untuk menumbuh-kembangkan daya cipta dan apresiasi sastra (puisi) di kelas 5 sekolah dasar.

Guru harus pintar mengelola pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia., khususnya dalam mengembangkan model pembelajaran daya cipta dan apresiasi puisi. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning; proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Dengan model pembelajaran di atas, siswa akan menerima masukan yang alami dari lingkungan, sehingga memiliki referensi kuat untuk menuangkannya dalam tulisan (puisi).

Posisi guru dalam proses pembelajaran merupakan fasilitator, pembimbing, dan mengarahkan siswa kepada tujuan. Karena, tidak semua siswa memiliki intuisi yang sama dalam mencurahkan pikirannya ke dalam puisi. Guru harus memberikan contoh puisi yang telah ada, agar siswa memiliki aturan dalam pembuatan puisi, baik puisi lama ataupun kontemporer (merujuk kepada bentuk puisi sekarang; bebas).

Siswa diajak merenungkan peristiwa-peristiwa nyata, yang pernah mereka rasakan di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan kejadian-kejadian aktual di televisi. Setelah itu, guru memberikan kebebasan kepada siswa dalam menuangkan ke dalam puisi, dengan aturan yang sudah dijelaskan. Tentu harus ada evaluasi di akhir pembelajaran, sebagai refleksi selama pembelajaran berlangung. Guru dan siswa bersama-sama mengapresiasi hasil puisi, agar terjadi silang pendapat atau komentar terhadap puisi yang telah dibuat. Dengan demikian, guru mengasah siswa terhadap daya cipta dan apresiasi puisi lebih efektif, dan tentunya harus dilakukan secara berkesinambungan dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

Dari kesimpulan di atas, penulis mengajak rekan-rekan guru untuk meningkatkan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya dalam meningkatkan daya cipta dan apresiasi sastra (puisi), dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning di sekolah dasar. Dengan sastra, siswa akan terbentuk karakternya menjadi manusia yang sensitif terhadap lingkungan (sosial). Sehingga, guru sekolah dasar tidak lagi menjadi kambing hitam oleh para kritisi sastra, sebagai dalang kegagalan perkembangan sastra di kemudian hari. Semoga selayang buncah pikiran penulis dapat bermanfaat bagi pecinta sastra.

Rabu, 21 April 2010

Ode Kartini 21 April 1879 - 21 April 2010

Ode Kartini 21 April 1879 - 21 April 2010

Karya : D. Dudu A. R.

[1]

Door Duistermis tox Licht

Bunga kuncup jepara di tengah jawa

Telah melekar hingga seantero dunia

Engkau bersikukuh menyangga bulan

Memendar derajat kaummu yang remang di awan zaman


Banting tulang menubruk budaya kawat tembaga

Mewujudkan gundah hingga menjadi cita mulia

Rintang yang melintang disetiap langkah

Tak menyusutkan mawar, semerbak harum di mimpi saja

Hingga tulangmu remuk menjadi serbuk kebebasan lembut


Kau tulis sajaksajak lentera kepada sahabatmu di negeri seberang

Kau tulis sajaksajak purnama kepada malam yang membalut asamu di temaram

Demi kaummu yang selalu menjadi alas penggawa

Demi kaummu yang selalu merintih di digjaya singgasana


Tak luput dalam benak di setiap jantungmu berdetak kuat

Tentang kesejajaran garis khatulistiwa keberadaban

Yang hidup berdampingan; tanpa menindas hak perempuan

Bukan untuk membangkang takdir Tuhan


[2]

“Habis gelap terbitlah terang”

Kau adalah matahari ketika kejora menelusur ke pagi

Sebagai sumber inspirasi yang berdedikasi

Untukmu jua kaummu yang pucat karena transisi.


Bunga kuncup itu telah menghiasi

Taman-taman khatulistiwa dari angin timur hingga barat

Lazuardi. Gundahmu telah gugur menjadi

Semburat prasasti; unjuk diri sebagai hak manusiawi


Berkali-kali nyanyianmu menggugah kalbu pemburu nafsu

Tak ubahnya penyanyi langit menampar hujan; halilintar.

Namun, lagi-lagi kilatnya tak mampu menempas keserakahan

Ruang yang mengaku mengagumimu sebagai ratu perempuan


[3]

Tak sedikit bunga-bunga yang tertanam di taman, mencabik diri

Karena batas tak lagi di hati nurani. Kaummu kembali menjadi

Budak-budak teknokrasi. Menjadi buruh-buruh pabrik

Dengan gaji yang tidak serasi. Paras-parasnya pasi

Di telan zaman, tak sepadan dengan perjuangan.


Diinjak-injak seperti belatung bergelantungan

Di ranting rapuh yang tak bertuan. Bunga kuncup dari jepara

Sebatas menhir bagi mereka. Tak lebih dari patung yang kaku

Gagap, tak mampu menembus birokrat hingga ditertawakan gagak


Ragaraga remah yang kau sangga dengan sajak mataharimu kembali melebur

Menjadi debu. Terbawa angin ke sana ke mari; tak berarah ke haluan bayu

Padahal uraturat nadimu telah kejang hingga maut meradang

Hanya untuk kemerdekaan yang tak sembarang bagi hakikatmu sebagai pejuang


Kartini. Dulu, kini, dan nanti adalah benderang sepanjang zaman

Meski redup sering menghadang kenyataan. Kau akan tetap menjadi

Ibu pertiwi perempuan-perempuan Indonesia Raya yang terang

Meski engkau telah pulang ke abadian rumah Tuhan.


Tasikmalaya, 21 April 2010

Jumat, 16 April 2010

RUMBAI MALAM BERDESAH

SAJAK RUMBAI MALAM BERDESAH

Karya : D. Dudu A. R.


Sebelum Isya kulalui, aku robek secarik gelisah

Kemudian kutulis hujam belatimu di lembar dadaku


Carut yang kau lukis di bilik hati

Merambah penyangga luka menganga di kemudian hari

Bagaimana tidak, ketika kuanyam malam dengan sembilu kalbu

Dan menjadi selaras perangai baiduri, ” Aku ingin menjamah hasrat di setiap pori keringat buncah mendesah”, pintaku.


--sontak , ludah pasi menyembur dari lidah binalmu

Sulamansulaman yang membentuk motif binar pun merupa marut

Dalam selimut cumbu rebah tubuh.

Kau jegal nafas yang menjalar di semilir angin pilu


Bukankah kau sudah kuijab di depan penghulu?

Dan pengabulan telapaktelapak surgamu juga telah menjadi halalku atas dirimu

Keringat didih di tungku bara matahari, menghilir di setiap pori

Menuju rupamu yang persis makara birahi. Takutkah kepada zaqqum

Yang melecut atas enggan (bantah) di hampir sempurna bulan kali ini?


Mentolo, kau gubah selaras malam merupa rinai keheningan di setiap sudut mata

Merintik di tanah liat hingga jiwa meleleh membentuk menhir di setiap temaram

Malam. Padahal telah kuhiasi kelambu merah dengan mawarmawar dari timur

Namun, kelopaknya mewujud terakota di pucukpucuk siluet angan malam


Aku lebur di kesenyapan

Aku menur di luka kenangan

Rampaklah jangkrikjangkrik mengejek dengan nyanyian sumbang

Aku dirajam kegamangan hingga membentuk relief hati sampai kini.


: Kau tolak rayuku di malam jum’at.


Tasikmalaya, 12-04-2010



Sepekan di pesanggrahan

Karya : D. Dudu A. R.


Semantung yang riuh dalam kalbu sanggraloka

Selepas landas kemudi kendara di pagi buta

Aku melangkah tanpa curiga; celakaku terpelanting ke suri


Tak ada satu pun yang menjamah pikiran, selain uraturat kejang, tulang remuk

Dan rintih meradang. Lalu lalang pejalan merupa pertanyaan kabur

Menusuknusuk mata hingga menampar kepala nanar

Semerbak bercak darah, menyembilu kalut

Di saat jiwa kalang kabut.


”Siapa Anda ini?”, gerutu menggerundul di hati

Membuka pintu palung sadrah yang justru membawaku

Ke limbung yang tak pernah kujamah.

Aku melecut ke pembaring pesakitan; lemah.

Bercumbu hening di remang siluet kenyataan

Bergelantungan di antara bumi dan langit


: Aku tak ingat apa-apa.


Tasikmalaya, 13-04-2010



Penyair, kemari!

Karya : D. Dudu A. R.


Manusiamanusia renung kembalilah membawa semburat tabir tenung ke nyataku

Aku rindu racau yang semilir seperti angin, semerbak seperti mawar, dan selentik jemarimu seperi kelopak bunga melentik ke Ilahi. Aku akan selalu di senja sanggraloka, untukmu.


Tasikmalaya, 13-04-2010



Ketika Kidung Malam Bersenandung di jiwa

Karya : D. Dudu A. R.


Di puncak malam, masih tertanam angkuh merengkuh

Aku diam. Nyanyian jangkrik semakin rampak di gendang

Riuh mengebiri gundah tak karuan, di jiwa tuan malam.

Menelorong pagi di selongsong waktu, tubuh remuk melesap

Ke tepian syahdu.


Gemericik rinai menyemai selaras malam

Sayang, tak sesuai hati yang sedang lunglai

Aku diam. Nyanyian jangkrik semakin rampak di gendang

Riuh mengebiri gundah tak karuan, di jiwa tuan malam.


Menyulam batin, mengenang pintal rindu di malam cumbu

Genangan selokan rasa, membuncah ke nadir malam; sayupsayup

Sembilu menyayat rindu. Porak porandalah pesanggrahan biru

Karena parasmu hanyalah relief di gundal kalbu.


Tasikmalaya, 13-04-2010



Surat Bercak Perawan

Karya : D. Dudu A. R.


Buncah pena yang kau bungkus di kertas surat

(saat semburat kilat menampar)

Dadaku menggelepar

Mencengangkan jiwa

Mendeburkan riak air mata


Aku tak sengaja

Ketika ringkik langkah

Di tanah lembek

Di guyur hujan

Selibutku mendadak teriak

Membaca segumpal katakata

Yang gelap


Mataku dijamah angin

Hingga tak sangka

Menela’ah isimu

Dalam kotak tertutup

Sebai menyemai


”Kasih kuakhiri hidup denganmu, karena perawanku telah luput sebelum kau mengenal dalamku. Aku takut, kau kalang kabut”.


Aku limbung, ketika sajaksajak yang terjamah mataku

Sekejap membebaniku seberat bumi kupangku di bahu.

”Aku tak mungkin sekongkol dengan angin, untuk membunuh kekasihmu(sahabatku) dengan kertas yang merupa pedang kilat”.


Aku mengenal cintanya, sejauh langit, untukmu.

Langit akan rubuh, jika –ini menancap di kiri dadanya

Biarlah aibmu melebur menjadi jelaga di tanganku.


Tasikmalaya, 13-04-2010



Kau diantara Tuhan

Karya : D. Dudu A. R.


[1]

Aku garang ketika langit mulai tampak legam.

Aku pun penebar semerbak mawar saat raung himpit mendedak dada

Aku ada ketika rindumu merupa kejora. Ketika kau di timur sana

Aku menjadi sepertiga malam, gerayangi pendar lekuk jelitamu

Aku temani hingga shubuh menari biru. Menyisir pagi hingga

Temaram menyambut benderang, salami fajar di lentera siang.

Selama waktu berlalu, aku akan terus merias sepimu ke aku.


[2]

Aku mengenalmu di temaram langit seperti malam ini

Mengajakmu sibakkan legam awan ke selaras malam

Saat kau di puncak sana, kubiarkan kau larut dalam tarian

Spiral bulan. Aku kembali ke bumi, agar kau menikmati tarian rumi

Agar sadrahmu ke pucuk langit yang tak himpit. Aku biarkan kau jadi peri

Di antara binar bintang. Jika kupandang kerlingan malam, rindumu adalah tatapku.


[3]

Karenamu aku mengenal marah dan kesepian

Karenamu pula aku mabuk menenggak rum

Hingga jantungku berdegup secepat kilat

Aku tak pernah mencintaimu karena dirimu

Aku menjamahmu, karena cintaku kepadaNya

Kumpulan Cerpen Terbaik Kelas V SDN. Perumnas 1 Cisalak Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya

Hancur Hatiku
Oleh : Roqi Mirfaq

Ketika Roni sedang berada di dekat pohon, dia melihat banyak daun yang berguguran, dan daun itu berwarna kuning dan berserakan ditanah . Hal itu mengingatkan Roni yang ditinggal kekasihnya . Pada waktu itu hati Roni sangat sakit sekali melihat daun-daun itu berguguran karena mengingatkan semua kejadian itu .
Roni pun menangis dengan sungguh perasaan . Sepulang melihat daun berguguran Roni pun pulang ke rumahnya . Roni pun tidak bisa tidur karena selalu mengingat kekasihnya . Sebelum tidur Roni pun melihat foto kekasihnya dan meneteskan setetes air mata, yang membuat dia mengingatkan kekasihnya .
Suatu hari Roni pun kembali ke pohon yang kemarin ia datangi, ternyata pohon itu menjadi subur kembali dan hati Roni pun senang seperti biasanya . Pada suatu hari Roni bertemu dengan kekasihnya, ternyata kekasihnya pindah kembali ke dekat rumah Roni, Roni pun senang dan gembira .
Hubungan mereka menjadi seperti dulunya . Kekasihnya Roni bernama Dewi . Mereka sering jalan-jalan kemana-mana . Pada suatu hari hubungan mereka menjadi aneh . Biasanya mereka jalan-jalan berdua tapi sekarang jarang sekali . Ternyata sekarang mereka sudah tidak berpacaran lagi karena Dewi sudah punya kekasih lain . Sekarang hati Roni menjadi hancur . Roni kembali sedih dan tidak gembira lagi . Roni pun menyendiri dan kembali ke pohon itu . Dan pohon itu ternyata berguguran kembali karena mengingatkan Dewi kekasihnya .
Keluarga Roni menghibur Roni supaya tidak sedih lagi . Roni diajak keluarganya liburan ke luar kota dan bermain-main . Tetapi hati Roni masih sakit sekali . Ibunya pun merasa aneh melihat sikap Roni seperti itu .

“Roni katakan pada Ibu apa yang terjadi dalam diri kamu Ron ?”. tanya Ibu .
“Roni mengingatkan kekasih Roni Bu, karena kekasih Roni sudah punya kekasih lain Bu”. jawab Roni .
“Jangan berkecil hati Ron, karena wanita di dunia ini masih banyak”. kata ibu .
“tapi Bu itu kekasih Roni dari kecil”. kata Roni .
“ya, sudahlah jangan dipikirkan melulu” nasehat Ibu .

Roni pun mendengar nasehat Ibu lalu dia berpikir mungkin semua itu jalan terbaik untuk Roni dan Dewi . Mungkin mereka dipertemukan hanya untuk sebagai sahabat . Roni pun kembali membuka lembaran baru dan mencari wanita lain .






Senangnya bermain di Desa

Oleh : Fitri Fadila


Pagi hari,seorang anak yang bernama Andi sangat ingin pergi ke Desa,tetapi
Ayahnya belum mengijinkan Andi untuk pergi ke Desa.
Andi pun sangat sedih karena Ayahnya belum mengijinkan Andi untuk pergi ke Desa.
Suatu hari Andi bertemu temannya yang bernama Sandi,"sAN,kita bermain sepak bola yu??"kata Andi."Ayo tapi kita kan cuma berdua,mana bisa bermain sepak bola??"kata Sandi sambil kebingungan.
"Kitaajak saja Dino,Ardi,Anton,danTomi?"jawab Andi."Benar juga,ayo!"sambil bergegas menuju rumahnya.
Akhirnya mereka sudah berkumpul di lapangan.Andi pun berbicara kepada Dino,Ardi,Anton,dan Tomi."Teman kita bermain sepak bola yu?"."Ayooo..."jawab serempak.Ternyata Andi,Dino,Sandi melawan Ardi,Anton,danTomi."Andi,Andi....!!!!"kata Ayahnya sambil berteriak."Ada apa Yah???"sambil kebingungan dan permainan dihentikan dulu."Katanyakamu mau ke Desa,tapi kamu malah bermain??"ayah bertanya."Katanya belum mengijinkan ke Desa??"sambil kebingungan."Ayah baru ingat,kalau di Desa ada ehm...perlombaan."kata ayah."Yah boleh mengajak temanku??"sambil ragu."Boleh,tapi temanmu harus minta izin kepada orang tuanya?"ayahnya kebingungan.
"Dino,Ardi,Anton,Tomikamu mau ikut tidak ke desaku?"sambil berunding."Sebentarya aku bilang ke Ibuku dulu?"jawab Tomi>"Aku juga ya Andi?"jawab serempak.
Akhirnya mereka pun boleh ikut bersama Andiuntuk ke desa.Semua teman Andi mulai menyiapkan bajunya."Andi kalau menginapnya berapa hari??"sambil kebingungan."Cuma 2hari kok!!"jawab Andi sangat lantang.
Sesampai di sana mereka menurunkan barang*.Pada pagi hari Andi dan teman* prgi ke lapangan untuk mengikuti perlombaan.Setelah 2 jam kemudian perlombaan pun selesai,ternyata Andi juar 2 lomba kelereng.Sesampai di rumah Ani membuka bingkisannya ,ternyata isinya tempt makan dia sangat senang sekali dapat juar 2 lomba kelereng.
keesokan harinya Andi,ayah,dan teman* segera membereskan barang* .Barang* mereka disimpan di bagasi mobil Andi dan teman* pamit kepada nenek Andi dan mencium tangannya,Andi pun segera pulang.




KESEHARIAN NINA
Oleh : Soraya Islamarasya


Pada suatu pagi hari berembun sejuk,kubuka jendela untuk menghirup
udara yang sejuk,ku hirup udara itu,terasa di pegunungan,udara yang sejuk aku
hirup pasti segar burung-burung riang bernyanyi dipagi hari,suara merdu hatipun
snang ku tersenyum dengan indah melihat mentari dengan ceria dngan cahaya
yang menerangi bumi ini begitu bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari
sesudah itu ku rapihkan tempat tidur ku ,dengan rapih ku bereskan lalu ku bersiap-
siap untuk pergi ke sekolah,aku mandi dan sarapan ku pamitan kepada ayah dan
ibu "bu,aku berangkat ke sekolah ya bu.. assallam mu'alaikum" kata nina
lalu ibu mambalasnya "hati-hati nak, dijalan ,wa'alaikumsallam"
sesudah itu nina pergi ke sekolah dengan teman-teman nya
jarak rumah nina sampai sekolah rumayan jauh kurang lebih sekitar 25m
disekolah nina belajar matematika dan nina pun senang pelajaran itu.bl berbunyi
nina pun beristirahat dengan teman-temannya .setiap hari nina ke canten untuk
beristirahat .
setelah lama bel berbunyi semua teman nina pergi ke kelas lalu disana belajar
indonesia ibu guru menugasi anak-anak membikain kan puisi . nina membikinkan puisi
yang berjudul guru lalu bel berbunyi itu tandanya murid diharapkan pulang
nina pun pulang.
ia pulang bersama teman-teman sesampai dirumah nina makan dan berganti baju
nina berpamitan untuk bermain bersama temannya
nina dan temannya bermain petak umpet nina dan temannya bermain cukup lama
esudah itu nina pulang lalu ia makan mandi sesadah itu nina tidur

~~~~~~~~~~~~~~~~~~TAMAT~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~



Halaman Rumah Yang Indah

Oleh : Ayudhia Prasasti


Dipagi hari yang cerah ibu membuka jendela kamar Nina dan membangunkan Nina “Nina ayo bangun hari sudah siang !” ibu membangun kan Nina.Nina bangun sambil mengguliat malas , “ayo cepat Nina,mandi lalu sarapan” perintah ibu, “baik bu” jawab Nina.

Sesudah mandi Nina sarapan bubur ayam.

Ibu sedang merawat tanaman, lalu Nina datang, “bu Nina boleh ikutan merawat tanaman ?” tanya Nina. “boleh” jawab ibu.

lalu Nina membawa gunting untuk menggunting tanaman yang layu.

Tak lama ada suara Nina menjerit, “iiibbuuu !!” teriak Nina, “ada apa?” kaget ibu

“Ada cacing” Nina ketakutan “tenang saja cacing itu tidak akan menggigit kamu!”kata ibu, Dan ibu menjauhkan cacing itu dari Nina.

Nina menangis karena ketakutan,ibu membawa nina kedalam rumah dan memberi dia minum air putih.

Lalu ibu bercerita kepada Nina, “tenang Nina,cacing itu tidak akan menggigit kamu!, Cacing itu bisa menyuburkan tanaman dan menggemburkan tanah. Jadi kamu tidak usah takut lagi !” nasihat ibu.

Karena nasihat ibu, kini Nina tidak takut lagi sama cacing. Setiap pagi dan sore Nina dan ibu merawat dan menyiram tanaman. Supaya halaman rumah tampak sejuk dan indah.




KEBUN
Oleh : Yunia Rachmi


Ketika pagi hari aku merenung di kamarku,aku mulai putus asa karena udara di kamarku tak begitu segar.ketika itu aku langsung bergegas pergi mendatangi sebuah kebun dan ternyata udara di kebun itu sangat segar dan sejuk.
Udara di kebun tak seindah udara di kamarku,aku lebih suka diam di kebunku yang elok,subur,makmur dan sejuk udaranya.
Saat aku menghirup udara di kebun,aku teringat masa kecilku.saat itu aku membayangkan di kebunku di ibaratkan bagai tempat sampah yang selalu dipenuhi dengan kotoran dan lalat yang selalu berterbangan hinggap di tanaman.
Tetapi itu dulu...dan akhirnya aku dan keluargaku hampir satu minggu sekali membersihkan seluruh kebunku dan akhirnya kebunku pun sangatlah indah dan sejuk.
Dalam kebunku sekarang ini bukan lalat yang selallu berterbangan melainkan banyak kupu.kupu dan burung-burung yang sellalu hinggap di tanaman dalam kebunku.
Dengan hati senang aku ingin sekali menangkap burung-burung itu karena burung-burung itu sangatlah lucu dan indah untuk di pandang.
Tetapi dalam usiaku yang mulai dewasa aku berpikir biarlah burung-burung itu bebas berterbangan sesuai keinginannya karena aku tidak berhak untuk menangkap burung-burung tersebut.