Senin, 22 November 2010

Diskusi pada Malam yang Ceruk

Karya : D. Dudu AR


Diskusi pada malam yang ceruk

Kata-kata seperti mata-mata langit yang binar

Berjatuhan kemana-mana, hingga melesat menjadi semburat do’a

Ya. Tuhan masih ada dalam serpihan hati yang lembur

Menghayati firman-firman kebenaran sebagai jaminan perjalanan

Menuju lanskap keyakinan tentang pagi di taman lindap abadi


2010

Cengkrama di Warung dan Rumah Sederhana

Karya : D. Dudu AR


Dengan membawa bukti tulisan-tulisan

yang pernah dimuat di sebuah majalah

untuk mengambil honor yang sebenarnya bukan tujuan

menjadi alasan kuat membeli obat panas yang mahal

ketika tubuhmu membara pada saat sisa uang hasil jerih payah sebuah pengabdian

tidak cukup untuk sekedar mengobatimu yang semakin genting

tapi, ada hal penting dari sebuah cengkrama di warung juga rumah sederhana

yang hangat dan panas tentang pasar hingga pelataran bupati juga walikota

sementara mata air tubuhmu yang semakin mendidih

terus mengalir hingga obrolan pun semakin melangit


2010

Obat Demam Buat Zhiya


Karya : D. Dudu AR


Matahari sedang terik-teriknya menjemur keringat usang

sementara, rintihan dari balik telepon genggam meminta sisa keringat

untuk dijual sebagai pengganti lelah

sebab, kepergian pagi adalah lembab pada tubuh gersang puteri kesayangan

Sejenak tercenung memandang tanah kosong yang kering

sejalan pikiran miring tentang ramuan-ramuan di kamar putih yang dipenuhi kotak asing

dan, kepulangan lembayung adalah tangan hampa tanpa membawa setetes embun pun dari pagi

Maaf, Zhiya!

racikan dokter spesialis dalam sebotol penurun panas

tidak mampu menyetubuhi larva dalam kawahmu

sebelum dihujani salju ketika musim dingin bertamu

meracaulah sampai letih meninabobokan pedih


2010

Kamis, 18 November 2010

Penantian 2

Karya : D. Dudu AR

: Fiorenza Fahrasha Jilanzhiya

Anehnya, langit mendadak pekat sembari bermesraan dengan hujan lebat

lalu angin yang tadinya semilir, mabuk hingga kalang kabut

Sebelum pertanda-pertanda itu mengucap salam

pada malam dan siang penantian, langit pucat menjadi naungan

ada apa gerangan? Semburat kilat berguguran mengguyur hawa yang sedang berkelahi dengan darahnya sendiri yang mengalir deras dari pintu rahim lalu meresap ke dinding-dinding batin,

sementara jantung menari-nari seperti gantungan lonceng yang ditebas badai

Seharusnya senja berwarna mawar

Ketika seluruh pelayat sudah malas bertanya

Tentang tangisan langit yang bertubi-tubi

Tenggelamkan harapan pada binar sebelum magrib menjemput lagi

Mungkin tegesa-gesa membawa pulang cahaya dari balik kembang-kembang gelisah

Barangkali ini yang dinamakan jihad seorang perempuan

Ketika berdiskusi dengan jabang, tabung nafas pecah semerawutan

entah kantung apa lagi yang menampung udara

untuk melepaskan nyawa atau selamat sama-sama

2010

Rawivanka


Karya : D. Dudu AR

Bukan saja menghabiskan malam-malam yang basah

Atau meracau selengkung langit tanpa kunang-kunang

Tetapi selalu tidak mengenal waktu juga ruang

Ketika urat-urat otak kejang, demi memuntahkan pikiran

Tentang gurauan kepada mimpi juga kenyataan

Ini tentang laki-laki pengembara

Yang hampir tersesat di bukit perawan tak berjarah

Karena birahi-birahi yang tak mengenal sungai sebagai jalan

Selalu buncah ketika tersendat di pepohonan Jati ataupun Waru

Memang, dari awal perjalanan tak pernah menuliskan alamat-alamat

Yang pernah dilalui sebelumnya

Hanya berjalan dan berjalan

Kadang ke utara atau ke timur

Kadang tak menggubris angin atau daun yang tersapu

Hingga pada malam-malam yang sama basahnya

letupan-letupan magma terus menerus muncrat

menjadi wedus gembel yang mengepul

menuju lindai membentuk lantai pondok pesanggrahan

Seluruh paras-paras maya yang sempat bercengkrama hangat

Disetiap sudut-sudut kamar yang tak jelas tempatnya

Berkumpul untuk meriwayatkan peristiwa-peristiwa

Dari tempat yang tak jelas itu

Kini, sebotol air mineral dan secangkir kopi panas dingin

Menjadi bunga-bunga mekar di meja tamu

Dan kepulan-kepulan tembakau yang menjadi kabut obrolan

Adalah hisapan yang dihembuskan sebagai gelembung

muntahan angan yang menjadi sebuah titik beralamat.

2010