Karya : D. Dudu AR
Bukan saja menghabiskan malam-malam yang basah
Atau meracau selengkung langit tanpa kunang-kunang
Tetapi selalu tidak mengenal waktu juga ruang
Ketika urat-urat otak kejang, demi memuntahkan pikiran
Tentang gurauan kepada mimpi juga kenyataan
Ini tentang laki-laki pengembara
Yang hampir tersesat di bukit perawan tak berjarah
Karena birahi-birahi yang tak mengenal sungai sebagai jalan
Selalu buncah ketika tersendat di pepohonan Jati ataupun Waru
Memang, dari awal perjalanan tak pernah menuliskan alamat-alamat
Yang pernah dilalui sebelumnya
Hanya berjalan dan berjalan
Kadang ke utara atau ke timur
Kadang tak menggubris angin atau daun yang tersapu
Hingga pada malam-malam yang sama basahnya
letupan-letupan magma terus menerus muncrat
menjadi wedus gembel yang mengepul
menuju lindai membentuk lantai pondok pesanggrahan
Seluruh paras-paras maya yang sempat bercengkrama hangat
Disetiap sudut-sudut kamar yang tak jelas tempatnya
Berkumpul untuk meriwayatkan peristiwa-peristiwa
Dari tempat yang tak jelas itu
Kini, sebotol air mineral dan secangkir kopi panas dingin
Menjadi bunga-bunga mekar di meja tamu
Dan kepulan-kepulan tembakau yang menjadi kabut obrolan
Adalah hisapan yang dihembuskan sebagai gelembung
muntahan angan yang menjadi sebuah titik beralamat.
2010