Senin, 14 Februari 2011

Antologi Puisi Akar yang Merambat



Semenjak diangkat menjadi pegawai negeri sipil di sekolah dasar Tasikmalaya pada tahun 2008, banyak pengalaman mengajar di berbagai sekolah. Selama tiga tahun, sudah tiga sekolah dasar yang saya singgahi, karena mutasi oleh pihak dinas. SDN. Karangsambung 2, SDN. Siluman 2, dan SDN. Perumnas 1 Kecamatan Cipedes adalah sekolah-sekolah yang pernah memberikan saya pengalaman. Mutasi tersebut semata-mata dilakukan untuk mengisi kekosongan guru. Selama itu pula, kegemaran saya mengapresiasi karya puisi siswa dari latar belakang tiap sekolah yang berbeda, dikumpulkan.

Banyak karya puisi siswa, biasanya berakhir di keranjang sampah. Ketidakpedulian guru mengapresiasi dan mereward karya siswa adalah kesalahan fatal terhadap antusiasme mereka untuk meneruskan dan menjaga kesusasteraan Indonesia. Sebab, siapa lagi yang meneruskan kesusteraan Indonesia, selain mereka?

Di berbagai daerah Indonesia, khususnya Tasikmalaya bahasa dan sastra Indonesia memang kurang diminati oleh siswa. Hal ini disebabkan, di sekolah dasar, guru bukan spesialisasi bahasa dan sastra. Guru sekolah dasar harus berjuang keras membelajarkan seluruh mata pelajaran di kelas, pada akhirnya membuat mereka kedodoran. Artinya, ketidakfokusan guru sekolah dasar dalam menguasai bidang studi menjadi kacau. Khususnya bahasa dan sastra Indonesia.

Untuk itu, saya merasa prihatin dengan keadaan tersebut. Namun, bukan berarti tumbuh-kembang bahasa dan sastra Indonesia “kiamat” di sekolah dasar. Salahsatu tindakan yang saya lakukan adalah kumpulan puisi karya siswa dibukukan dengan tema “Akar yang Merambat”. Tema tersebut diambil, selain penulisnya siswa sekolah dasar, akar merupakan benih yang nantinya tumbuh; kuncup, batang, ranting, daun, dan kokoh menjadi pohon rindang. Artinya, siswa diberi ruang untuk memupuk kegemarannya membuat puisi sebagai langkah menumbuhkembangkan kesusasteraan di sekolah dasar. Pada akhirnya, mereka memiliki riwayat membuat karya dan memotivasi keinginannya untuk terus menulis puisi. Sebab, menulis puisi adalah sebuah renungan dari kejadian disekitarnya yang mengasah kesadaran sosial yang dituangkan ke dalam tulisan.

Dalam kumpulan puisi “Akar yang Merambat” ini, banyak karya siswa yang bertemakan tentang kecintaan mereka terhadap ibu, guru, dan pahlawan. Selain itu, tema persahabatan juga dicurahkan oleh beberapa siswa.

Dan, yang paling menggetarkan bagi saya adalah karya Irna Roslinawati dengan judul “Perjuangan Hidup”, meskipun tercatat sebagai siswa sekolah dasar, Irna sudah mampu membaca arti hidup. Akselerasi pandangannya adalah bahwa kerasnya keadaan yang dihadapi, membuatnya menginterpretasikan hidup itu harus berjuang sebelum kematian datang. Kita lihat penggalan puisinya : Hidup adalah sebuah perjuangan/Hidup adalah sebuah pengorbanan/Dimana hidup itu akan berakhir?/Dan berakhir dengan kematian?/Dan kita tak boleh menyiakan kesempatan untuk hidup/Hidup itu bisa berakhir kapan saja.

Kemudian karya Wisma Nugraha dengan judul “Ilmu” membelalakkan mata saya, ketika membaca penggalannya sebagai berikut: Kau tetap tersimpan di buku catatanku/Dan terpendam di dalam ingatanku/Semuanya tak 'kan terlupa olehku/Karena kaulah yang akan membangun cita-citaku/Karena kaulah yang membuat orang pintar dan sukses/Karena kaulah yang membuat orang mencapai cita-cita/Demi masa depan bangsa dan negara. Wisma, benar-benar menganggap penting ilmu, karena dengan ilmu orang bisa berlayar ke samudera kehidupan. Dan masih banyak lagi karya siswa-siswi yang maknanya bisa menggetarkan orang dewasa.

Adalah bangga ketika mencoba menyadarkan sense of society para siswa yang kemudian ditulis dalam bentuk puisi selama membelajarkan bahasa dan sastra Indonesia di berbagai sekolah dasar. Isi dan maknanya menjadi metafora yang tidak disadari mereka, setelah menuangkan kegelisahannya ke dalam tulisan. Hal tersebut, semakin memudahkan saya untuk menjelaskan metafora dalam puisi kepada mereka. Jadi, jangan remehkan karya puisi siswa-siswi anda! Sebab, dalam hati mereka, pasti memiliki kegelisahan yang mengejutkan. Dan, puisi bisa membuka mata anda untuk mengetahui isi hati siswa sebenarnya.

Klik E-booknya di sini

Salam

D. Dudu AR


Minggu, 13 Februari 2011

Cara Mengirimkan Puisi Ke Media Massa


Menindaklanjuti acara Perlatihan Menulis Puisi yang diselenggarakan oleh Komunitas Garapan Pemuda Tahan Lapar(GARPUTALA) pada Sabtu 16 Oktober 2010 lalu. maka pada kesempatan kali ini kami ingin memberikan sedikit tambahan informasi tentang bagaimana cara mengirimkan puisi ke media massa melalui email.

Hal pertama yang harus teman sekalian menyiapkan puisi yang akan dikirim ke media massa. Biasanya kertas yang digunakan adalah A4 dengan page setup top 3 cm, bottom 3 cm, left 3 cm, right 3 cm, dan jangan lupa untuk melampirkan profil anda pada 1 lembar paling bawah.

Kedua, proses pengiriman pada saat anda ingin mengirimkan puisi anda ke media massa jangan lupa untuk mencantumkan alamat email media massa yang sudah diberikan kepada anda pada kolom "KEPADA". Lalu pada kolom "Judul Subjek" anda cukup menuliskan kata Puisi di tambah dengan nama anda. selanjtunya lampirkan berkas seperti pada gambar contoh. Terakhir pada kolom pesan anda juga dapat melihatnya pada gambar contoh yang sudah kami sediakan.

ketiga, klik link di bawah kolom pesan yang bertuliskan "KIRIM"

Bagaimana, mudah bukan.
SELAMAT MENCOBA!




http://laparilmu.blogspot.com/

Alamat Media

Copas dari FB Naqiyah Syam yang juga copas dari Tri dan dari Dani Sukma Agus Setiawan, serta pengamencinta.wordpress.com :)

Catatan:

*Bagi yang ingin mengirimkan karya baik itu dalam bentuk cerpen, puisi dan artikel, dapat dikirim melalui alamat email di bawah ini.

*Bagi yang belum tahu tata cara pengiriman karya ke media massa, dapat membuka situs; http://laparilmu.blogspot.com/

Alamat Media di Indonesia

1. JAKARTA

Majalah HorisonUntuk Puisi: horisonpuisi@centrin.net.id

Untuk Cerpen: horisoncerpen@centrin.net.id

Untuk Esai: horisonesai@centrin.net.id

Kompas

Untuk Cerpen/Esai: opini@kompas.com, opini@kompas.co.id

Untuk Puisi: hasif@gmx.net

RepublikaUntuk Cerpen/Puisi/Esai: sekretariat@republika.co.id atau ahmadun21@yahoo.com

Suara Pembaruan

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: willy@suarapembaruan.com, sastra@suarapembaruan.com

Sinar Harapan

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@sinarharapan.co.id, info@sinarharapan.co.id

Harian Pelita

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: hupelita@indo.net.id

Suara Karya

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@suarakarya-online.com

Koran Tempo

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: koran@tempo.co.id, ktminggu@tempo.co.id

Seputar Indonesia

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@seputar-indonesia.com, marcomm@seputar-indonesia.com, editor@seputarindonesia.com

2. SUMATERA

Singgalang (Padang)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: hariansinggalang@yahoo.co.id, kj_sgl@yahoo.com

Haluan (Padang)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: harian_haluan@yahoo.com.sg

Padang Ekspres (Padang)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@padangekspres.co.id, stres_tb@yahoo.com

Riau Pos (Pekanbaru)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@riaupos.co.id, budaya_ripos@yahoo.com

Waspada (Medan)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@waspada.co.id, waspada@waspada.co.id, sunanlangkat@yahoo.com

Analisa (Medan)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: Rubrik Rebana (minggu): rajabatak@yahoo.com

Cerpen dan Puisi Rabu : onlineanalisadaily@yahoo.com

Harian Global (Medan)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: Rubrik Kalam : tejapurnama@yahoo.com

Rubrik Remaja : try_fikacu@yahoo.com

Medan Bisnis (Medan)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai Rubrik Rentak : yes_08plasa@yahoo.com

Rubrik B`gaul : jonesgoeltom@yahoo.com

Suara Indonesia Baru (Medan)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@hariansib.com

Batam Pos (Batam)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@harianbatampos.com

Sriwijaya Post (Palembang)Untuk

Cerpen/Puisi/Esai: sripo@persda.co.id, sripo@mdp.net.id

Lampung Post (Lampung)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: lampostminggu@yahoo.com

3. JAWA

Pikiran Rakyat (Jawa Barat)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@pikiran-rakyat.com, info@pikiran-rakyat.com

Suara Merdeka (Jawa Tengah)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: triwikromo@yahoo.com, redaksi@suaramerdeka.info, naskah@suaramerdeka.info

Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@kr.co.id

Majalah Gong (Yogyakarta)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: editor@majalahgong.net.id

Koran Bernas (Yogyakarta)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: koranbernas@yahoo.com

Harian Surya (Jawa Timur)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: surya1@padinet.com

Surabaya Post (Jawa Timur)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@surabayapost.info, admin@surabayapost.info

Radar Malang (Malang)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: radarmalang@jawapos.co.id

Solo Pos (Solo)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@solopos.net

Jawa Pos (Surabaya)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: editor@jawapos.com, editor@jawapos.co.id

4. BALI

Bali Post (Denpasar)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: balipost@indo.net.id, tra_puspitaningsih@yahoo.co.id

5. KALIMANTAN

Banjarmasin Post (Banjarmasin)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: banjarmasin_post@persda.co.id, bpostmania@telkom.net

Pontianak Pos (Pontianak)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@pontianakpos.co.id

6. SULAWESI

Harian Fajar (Makassar)

Untuk Cerpen/Puisi/Esai: fajar@fajar.co.id

Sekian informasi ini dan semoga berguna bagi kita semua


Dari Pengamen Cinta

Selasa, 01 Februari 2011

Menangislah!

Menangislah!

Tumbuh di ladang gersang

bukan berarti do’a terkapar seperti bambu yang terbakar

meskipun cairan tubuh surut

harapan tetap basah menasbihkan mata air di muara penantian

Ketika lesatan cahaya memintal dahaga dan lapar menjadi sahabat setia

rebah di selasar malam adalah tempat pesanggrahan kematian

bersama angin sendu yang meninabobokan pilu

Ini bukan mimpi, jika tangisanmu menghujani kemarau tenggorokan dan perut ini, langit!

meranumkan embun yang jatuh dari daun

lalu merembes pada akar yang menjalar ke segala mata angin. Itu saja.

Tasikmalaya, 2011

Pada Ayat-ayatmu

Pada Ayat-ayatmu

Ayat-ayat menjadi hiasan tanpa kidung sucinya

mengendap pada relung yang terkunci bias dunia

huruf-hurufnya pudar seperti hati yang redup

setiap mengeja kata-kata keadilan

Ayat-ayat diperjualbelikan pada senja dan fajar

mengeksekusi lapak-lapak para pedagang jelata

yang sekedar meneguk segenang embun di daun-daun keserakahan

sementara diskusi pada majlis lain yang dipenuhi bongkahan emas

dijilati bersama perompak yang telah membuat ayat-ayat menjadi berkarat.

Tasikmalaya, 2011

Izinkanlah, Tuan!

Izinkanlah, Tuan!

Badai selalu bertamu di gubuk yang berpetak-petak

hempaskan dinding juga atap-atap

diguyur lalu disambar gelegar hawa yang bertubrukan di langit legam

adalah bencana yang tidak pernah usang dari ratapan hingga sekarang

Izinkan berteduh di rumahmu yang beralas marmer

merasakan hangatnya istana yang pernah dibangun

dari darah dan keringat yang lumer

Tasikmalaya, 2011

Dimana Matamu?




Di sini, di kolong jembatan bayi-bayi lahir dari perut kempes
yang menghembuskan nafas bergumul dengan asap pekat knalpot
Kemudian merembes pada palung dadanya yang tuberculosis


Di sini, di pinggiran kota para jelata menyucikan tubuhnya
Dengan air yang mengalir dari rumah-rumah parlente
Sementara mereka memungut sampah dari kali
Sebagai makanan sehari-hari


Di sini, di gubuk-gubuk yang berdinding kardus dan beratap langit
Tubuh-tubuh pasi menggigil mengharapkan selimut hangat yang
Berasal dari sutera keadilan, namun penantian itu tak kunjung datang
Hingga sekarat adalah jawaban


Di sini, di rimba hutan yang masih perawan
Sebentar lagi menjadi rebutan mata keranjang para kolega
Hingga dijamah berkali-kali, lalu ditinggalkan setelah kepuasan hegemoni terpenuhi

Di sini, di tanah yang katanya bambu saja bisa tumbuh
Para pencari nafkah selalu menemui jalan buntu
Untuk menghidupi keluarganya yang menanti sampai mati
Sementara batu bara, emas, intan, dan minyak, telah dijual
kepada mereka yang menumbu kemiskinan semakin lama.

2010

Surat buat Presiden



Yang terhormat kepala negara
Izinkan saya menyapa dan memberikan do’a
Kepada bapak. Agar senantiasa memimpin negeri sekuat tenaga

Semoga Tuhan menaungi langkah-langkah
Membimbing bangsa yang sedang belajar demokrasi
Karena akhir-akhir ini televisi tidak bosan mengebiri mata
Tentang kasus korupsi dan kekerasan sebagai solusi

Yang terhormat kepala negara
Semoga bapak tetap tabah
Menghadapi cobaan yang bertubi-tubi
Mulai bencana hingga aksi para mafia

Di ujung pulau, masih banyak kesengsaraan
Menunggu uluran kesejahteraan
Yang diharapkan bersahabat dengan kaum nelayan, petani, tapi bukan pelaku korupsi

Yang terhormat kepala negara
Jangan berkeluh kesah di mimbar istana
Sebab kami selalu menunggu kabar
Tentang nasib rakyat yang semakin lejar
Menunggu berita tentang harga-harga yang wajar saja sudah cukup
Sebab itulah, kami bias hidup

Waktu merambat semakin cepat
Namun keterpurukan semakin merapat
Hingga banyak yang menjadi korban bunuh diri
Atau serakan korban mutilasi

Yang terhormat kepala negara
Matahari masih terbit mengitari bumi pertiwi
Semoga sebelum terbenam, engkau membawa pendaran
Yang berkilau kepada kaum yang terombang-ambing ombak.

Tasikmalaya, 2011

Hutan Tropis yang Tuberculosis


Telaga di puncak gunung yang menjulang
Melecut pendaki memburu pendaran pada setiap linangan
Meskipun ditembus getir dan lejar dinding kesepian
Sebagai lanskap di akhir perjalanan

Keberanian menelusup pada semak-semak berduri
Semakin membakar kelembaban nafsu yang mengendap pada kalbu
Karena ketakutan adalah benalu yang bisa dikibaskan setiap waktu
Membuncahgairahkan kembara menuju taring hidup selayak tahanan sebagai pilihan

Sembunyi-sembunyi menjelajah rawa yang penuh dengan sarang syaitan
Mengagungkan tirakat pada maksiat yang berujung pada kesengsaraan
Tak sedikit pun menghayati hewan liar datang, sebab jiwa menjadi buas
Merampas ladang para petani yang ditanam ribuan mahkota siang

: Ketika matahati beku dirajam kekayaan
Dingin menelusup ke rusuk-rusuk yang demam
Lalu kabut menjadi selimut badan yang mengatup penglihatan
Untuk membungkus timbunan emas di gudang-gudang keserakahan
Semakin menjelaskan tuberculosis pada hutan-hutan tropis


Tasikmalaya, 2011