Kamis, 22 September 2011

Sinergitas Nilai-nilai Ramadhan dengan Amanat UU. No. 20 Tahun 2003 dalam Membentuk Watak Anak


Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

Ramadhan telah berlalu, seluruh umat muslim di dunia menginjak 1 syawal 1432 Hijriah pun masih baru. Namun, bulan suci ramadhan telah menyisakan ramuan dalam membentuk watak anak yang baik dan kuat sangat mujarab. Hal tersebut merupakan momentum yang tepat, meskipun ramadhan datang hanya sebulan dalam setahun.

Bulan suci ramadhan memang bulan mulia, berkah, dan istimewa bagi siapa saja, khususnya umat muslim di Indonesia. Sebab, banyak hal tentang nilai-nilai ramadhan dalam pembentukkan watak atau karakter anak yang baik dan kuat. Menurut saya, setidaknya ada lima hal penting yang dapat diambil dari nilai-nilai ramadhan dalam pembentukkan watak anak, di antaranya;

Pertama, puasa yang berarti menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu mengajarkan anak untuk sabar dan kuat menghadapi ujian, cobaan, dan godaan dalam menjalani kehidupan. Serta, turut serta merasakan kaum miskin yang tidak seberuntung anak yang memiliki materi atau makanan yang berkecukupan.

Kedua, buka puasa pada waktu magrib dan makan serta minum pada saat sahur mendidik anak untuk menghargai waktu (disiplin). Anak diajarkan tentang aturan yang diperintahkan Allah SWT agar tidak dilanggar. Artinya, anak akan benar-benar mematuhi aturan, karena mereka mengetahui resiko yang jika melanggar atau tidak disiplin ketika buka puasa dan sahur, maka puasanya tidak memiliki nilai pahala, tidak sah dan batal. Maka, anak tidak hanya mengetahui pengertian disiplin dalam kognisinya saja, tetapi melakukannya dengan tanggung jawab.

Ketiga, yang sudah barang tentu, shalat lima waktu yang wajib dilaksanakan, akan semakin memperkuat loyalitas keimanannya kepada Allah SWT. Selain itu, shalat tarawih di malam hari mendidik anak menjadi seseorang yang loyal, ta’at, dan teguh dalam menjalankan ibadah dan menyembah kepada Allah SWT semata. Hal tersebut menambah khazanah ketakwaan anak kepada Allah SWT.

Keempat, mengerjakan hal-hal yang baik di bulan suci ramadhan merupakan manifestasi amalan yang berlipat-lipat di akhirat nanti. Anak akan semakin termotivasi untuk melakukan sesuatu yang baik di bulan ramadhan, karena jika berbuat yang tidak baik sama dengan menghancurkan pahala puasa itu sendiri. Hal tersebut mengajarkan anak tentang konsistensi dalam menjalankan kehidupan dalam koridor yang benar.

Kelima, zakat fitrah yang harus dipenuhi setiap muslim yang berkecukupan, mengajarkan anak untuk senantiasa berbagi dengan sesamanya yang kurang mampu. Khusus untuk poin satu dan lima memiliki makna; menumbuhkan jiwa sosial yang tinggi, tidak serakah, dan menumbuhkan jiwa sensitif untuk berempati kepada kaum miskin.

Bagi saya, kelima poin dari nilai-nilai ramadhan di atas sesuai dengan amanat UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional yang menyatakan bahwa, “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik (anak) agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Kemudian, esensi pendidikan karakter yang selama ini dikhawatirkan telah luntur dari masyarakat bangsa ini telah dijawab oleh bulan suci ramadhan dan amanat UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lalu, bagaimana setelah ramadhan pergi? Siapa yang harus bertanggung jawab? Tidak perlu khawatir, sebab yang harus bertanggung jawab membangun pendidikan karakter bangsa ini adalah kita semua; baik orang tua, guru, masyarakat, dan lingkungan. Kepergian bulan suci ramadhan tidak perlu diperpanjang, mudah-mudahan tahun depan, kita dipertemukan lagi oleh Allah SWT. Yang paling penting, sinergitas orang tua, guru, masyarakat, dan lingkunganlah yang harus dipintal kuat untuk membangun karakter generasi bangsa yang bijaksana, baik, dan kuat.

Ruang Berkarya Tulis bagi Pelajar di Berbagai Media

Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

Kemajuan teknologi yang semakin pesat, memudahkan siapa pun mencari ruang dalam menuangkan ide, gagasan, inspirasi, imajinasi, dlsb. Hal ini merupakan momentum yang harus dimanfa’atkan sebagai media atau ruang pembelajaran bagi pelajar khususnya, dalam menuangkan karya tulis.

Di era teknologi canggih ini, media elektronik dan cetak membombardir pelajar dengan informasi yang mahadahsyat. Misal; televisi, internet, dan HP berteknologi tinggi dengan gencar memberitakan fenomena di berbagai belahan dunia hanya dengan hitungan detik saja. Seolah-olah, kejadian di dunia bisa digenggam dengan sekepal tangan.

Kecanggihan teknologi di era sekarang jangan dihindari, tetapi dimanfa’atkan sebagai ruang bagi pelajar dalam berkarya tulis. Salah satunya dengan membuat blog, facebook, twitter, dan jejaring sosial lainnya untuk digunakan sebagai ruang menulis. Jika pelajar dibangun pemahamannya tentang media, maka mereka akan memanfa’atkan media sebagai ruang, bukan sebagai lahan yang merusak moral mereka sendiri, artinya sadar media.

Guru dan orang tua harus sadar media, serta memfasilitasi ruang bagi pelajar. Hal ini untuk memudahkan pelaksanaan pembuatan ruang-ruang tadi untuk dipergunakan pelajar dalam menuangkan karya tulis mereka, baik di media online maupun konvensional. Yang penting menuangkan ide menjadi sebuah tulisan inspiratif bagi dirinya atau orang yang mengapresiasinya.

Ketika guru dan orang tua sudah sadar media, lalu memberdayakan kemampuan pelajar dalam bentuk karya tulis, maka penggunaan teknologi informasi internet khususnya– yang akhir-akhir ini sering disalahgunakan oleh para pelajar, dengan berjalan waktu akan mengalami perubahan yang signifikan ke arah yang lebih baik.

Pemberian ruang ini merupakan salah satu tindakan preventif, agar para pelajar menggunakan teknologi informasi/internet secara sehat. Menggunakan internet secara sehat oleh para pelajar memang tidak instan harus melalui proses terlebih dahulu. Oleh sebab itu, kita sebagai pendidik harus memberi ruang kepada mereka untuk berekspresi, khusunya dalam karya tulis.

Selain memberi ruang kepada mereka, kegiatan tersebut merangsang pelajar berkarya dan memberi khazanah dalam dunia literasi. Ketika mereka membuat karya, harus diapresiasi setinggi-tingginya, hal ini untuk memacu mereka agar senantiasa memroses buah pikirannya lebih kreatif.

Bentuk karya tulis bermacam-macam; puisi, cerpen, jurnal, artikel, esai, dlsb. Karya tulis pelajar dapat dijadikan produk pembelajaran. Sehingga, dapat dijadikan portofolio dan sebagai bedah karya di kalangan pelajar. Kegiatan ini dapat membantu proses para pelajar lebih kritis tapi etis. Karya-karya pelajar dapat dimuat di berbagai media; mading, buku, e-book, web, e-paper, surat kabar, dlsb, tinggal guru dan orang tua mau memfasilitasinya saja. Selain memacu kreatifitas pelajar dalam membuat karya tulis, hal ini juga menuntut guru dan orang tua harus semakin luas menjalin link dengan berbagai media.

Menghindari teknologi sama saja menghindari masa depan. Kecanggihan teknologi, tidak selalu negatif. Oleh sebab itu, guru dan orang tua harus cerdas memanfa’atkan dan menggunakan media hingga para pendidik dan pelajar sadar media.

Semakin banyak ruang atau media untuk berkarya tulis, para pelajar akan semakin mudah berbagi informasi, ide, gagasan, dan pengetahuan dengan teman sejawat dan mungkin dengan pelajar lintas negara. Semua ini bisa terwujud, jika pihak pendidik dan orang tua bersedia memberi fasilitas kepada mereka untuk memberi ruang ekspresi dalam berkarya tulis. Ya,kita semua harus sadar media.

Penulis adalah guru SDN. Perumnas 1 Cisalak Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya.