KALAWARTAWINAYA


Skuad Garuda Geliatkan Nasionalisme Bangsa
Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.
Masih hangat dibicarakan,  klimaks dramatis persepakbolaan tanah air di akhir Desember 2010. Timnas Indonesia yang sukses tanpa kekalahan, membantai musuh-musuhnya pada babak penyisihan, akhirnya kandas pada puncak pertandingan di babak final piala Suzuki AFF 2010 melawan Malaysia. Firman Utina cs babak belur pada leg pertama di Stadion Bukit Jalil dengan skor 3-0 untuk Malaysia. Jutaan masyarakat bola Indonesia, berharap Timnas Garuda membalas kekalahan tersebut pada leg kedua di Stadion GBK Jakarta. Namun sayang, pada leg kedua Timnas Garuda tidak mampu mengejar, apalagi membalas kekalahan pada leg pertama di Stadion Bukit Jalil meskipun menang dengan skor 2-0, tetap saja kalah agregat 4-2 dari Malaysia. Meskipun Indonesia sempat membantai Malaysia dengan skor 5-1 pada babak penyisihan, tidak mengubah keadaan bahwa piala AFF 2010 harus dibawa pulang Malaysia. Lagi-lagi, piala Suzuki AFF 2010 harus direlakan. Padahal, Timnas Indonesia sudah empat kali menjadi finalis pada piala tersebut yang dulu bertajuk piala tiger.
Miris memang, ketika Timnas Garuda dicurangi oleh tindakan suporter negara tetangga pada leg pertama di Bukit Jalil yang mengakibatkan Markus cs tidak konsentrasi. Ya, sudahlah. Ini hanya sebuah permainan, yang penting Timnas Garuda bermain cantik, sportif dan Fair Play. Meskipun Timnas Garuda tidak membawa pulang piala AFF 2010, seluruh masyarakat Indonesia tetap memberikan dukungan yang luar biasa. Pemandangan yang mengharukan adalah lautan merah di stadion GBK dan seluruh pelosok negeri setiap Timnas Garuda bertanding membuat bulu kuduk merinding.

Dari Sabang sampai Merauke, gema “Garuda di Dadaku” menjadi ritus yang wajib dilagukan; mulai anak-anak sampai orang tua. Fenomena yang jarang terjadi ini disebabkan oleh hausnya masyarakat terhadap kebanggaan dan sosok pahlawan yang membangkitkan nasionalisme. Sesuai dengan falsafah Pancasila; keberagaman suku, agama, dan budaya bukan pembatas persatuan dan kesatuan negeri Indonesia. Tidak aneh jika banyak warga yang mengelu-elukan Gonzalez, Irfan Bachdim, Oktavianus Maniani, Alfred Riedl, dan pemain timnas lainnya. Hal ini disebabkan, Masyarakat kehilangan figur serta stimulus untuk bangkit dari keterpurukan sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Dan Timnas Garuda adalah salahsatu pembangkit nasionalisme, pemersatu bangsa, dan kebanggaan rakyat Indonesia.
Indikasi tersebut di atas, sudah selayaknya dijaga oleh pihak-pihak terkait bahwa olahraga, khususnya sepakbola; merupakan daya tarik tersendiri dalam menjaga rasa nasionalisme, persatuan dan kesatuan. Masyarakat merasa bosan dengan intrik politik yang banyak mengobral janji daripada kenyataan. Maka tidak heran, masyarakat terhipnotis oleh permainan Timnas Garuda pada pertandingan piala AFF 2010 yang bekerja keras untuk mengejar prestasi dan membanggakan negara dengan keringat yang nyata.
Sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki jiwa nasionalisme dan integritas yang tinggi terhadap bangsanya. Tinggal pemerintah yang proaktif menjemput bola terhadap keinginan rakyat agar sejahtera dan mendapatkan pendidikan yang layak. Melihat dukungan masyarakat terhadap Timnas Garuda yang begitu tinggi meskipun tidak memenangkan pertandingan final melawan Malaysia, rasanya tidak berlebihan menganggap mereka bak pahlawan. Sebab yang diharapkan masyarakat selama ini adalah perbuatan, bukan omong kosong belaka.
Hati masyarakat tidak bisa dibohongi oleh berbagai janji politik, ketika Timnas Garuda mulai keluar dari sangkar untuk terbang tinggi membawa harum nama bangsa, masyarakat memberi energi positif untuk selalu terbang lebih tinggi. Terimakasih Timnas Garuda, berjayalah di langit lain, bawalah raga pertiwi menuju singgasana yang kokoh menaungi rakyatnya yang selalu memuji kerja kerasmu sampai mati.




Integrasi Pembelajaran Kurikulum Budi Pekerti
Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengundang perwakilan SD Model setiap kota/kabupaten di seluruh Jawa Barat, untuk menghadiri Bintek Pembelajaran Kurikulum Budi Pekerti di Hotel Naripan Jl. Naripan Bandung, (3-4/12). Kota Tasikmalaya yang diwakili SDN. Perumnas 1 dan 2 Kecamatan Cipedes didaulat oleh Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya sebagai SD Model Pembelajaran Kurikulum Budi Pekerti, karena prestasi sekolah tersebut yang cukup representatif.

Bintek yang diselenggarakan selama 2 hari di Bandung tersebut, SD Model yang diundang diharapkan menjalankan program yang diinstruksikan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk mengembangkan kurikulum budi pekerti yang diintegrasikan ke setiap mata pelajaran.

Kurikulum ini merupakan tindakan preventif dan peningkatan kualitas lulusan setiap sekolah dasar yang memiliki budi pekerti baik. Pelajar-pelajar sekolah dasar mengalami degradasi moral yang cukup memprihatinkan akibat lingkungan apatis dan berbagai media yang kurang memberikan pengaruh pendidikan, khususnya di Jawa Barat. Alasan tersebut menjadi perhatian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk mengadakan Bimbingan Teknis Pembelajaran Kurikulum Budi pekerti yang diintegrasikan ke setiap mata pelajaran kepada SD Model yang diundang.

Implementasi kurikulum ini diharapkan dapat menyempurnakan mata pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan yang memiliki alokasi waktu terbatas. Sebab, pembelajaran aspek budi pekerti selama ini terdapat pada mata pelajaran tersebut yang belum cukup untuk mengembangkannya. Maka, seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah harus terintegrasi dengan budi pekerti.




Meningkatkan Keterampilan Menulis Melalui Teknik Jurnalisme
Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

Bahasa adalah media komunikasi manusia untuk menyampaikan pesan. Untuk menguasai bahasa yang baik dan benar, setiap individu harus memiliki keterampilan empat  aspek berbahasa, yakni ; menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Djago Tarigan (1990) dalam buku P3BSI (Dra.Novi Resmini, M. Pd., dkk. 2006 : 153), menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya. Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan, (Djago Tarigan : 149). Membaca adalah interaksi dengan bahasa yang sudah dialihkodekan dalam tulisan, (Heilman : 1977). Dra. Novi Resmini, M. Pd., dkk., dalam buku P3BSI mengatakan, “Menulis yang dipandang sebagai kegiatan seseorang menempatkan sesuatu pada sebuah dimensi ruang kosong adalah salah satu kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa tulis. Kemampuan menulis itu tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dengan kemampuan lain (menyimak, mewicara, dan membaca)”.

Menulis merupakan salah satu aspek bahasa yang harus dikuasai guru. Kaitan dengan peningkatan profesionalisme, guru dituntut melaksanankan penelitian tindakan kelas. Melalui penelitian tindakan kelas, guru diharapkan dapat meningkatkan PBM dan KBM yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM). Sebelum melaksanakan PTK, guru harus memiliki kemampuan menulis. Alasannya, setiap tindakan dan proses selama penelitian di kelas, guru harus mengumpulkan data yang reliabel, serta disinergitaskan dengan teori, model, dan metode penelitian. Pada umumnya, guru mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada proses penulisan laporan PTK. Hal tersebut menjadi salah satu faktor kemampuan guru dalam melaksanakan PTK kurang berjalan baik. Karena kemampuan menulis guru sangat memprihatinkan, maka keterampilan menulis guru harus diberdayakan dengan mengadakan workshop atau pelatihan yang berkesinambungan. Kemudian membudayakan keterampilan menulis yang produktif dalam kegiatan KKG sebagai media peningkatan profesionalisme guru.

Kemampuan menulis setiap individu berbeda-beda, namun dapat diasah jika menguasai aspek bahasa lainnya. Artinya, aspek menyimak, membaca, dan mewicara atau berbicara harus dikuasai terlebih dahulu, maka kemampuan menulis akan dikuasai. Rangkaian keterampilan berbahasa diawali dengan aspek-aspek ; menyimak dan membaca (reseptif), kemudian mewicara atau berbicara dan menulis (produktif). Menyimak dan membaca merupakan kemampuan seseorang dalam menangkap atau menerima suatu pesan atau wacana yang ditransformasikan media manusia, alam, dan teknologi untuk diendapkan dalam pikiran. Sementara, berbicara dan menulis merupakan kemampuan berbahasa seseorang dalam menghasilkan (produktif) wacana dari endapan pikiran hasil dari menyimak dan membaca (reseptif).


Salah satu teknik yang dapat meningkatkan keterampilan menulis yaitu jurnalisme. Melalui teknik jurnalistik, guru membaca peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar sebagai bahan tulisan. Dengan melakukan investigasi secara sadar maupun tidak, guru mendata hal-hal penting yang dibaca di lingkungan sekitar untuk diendapkan yang kemudian dituliskan sehingga menjadi sebuah wacana.

Jurnalistik, memang berhubungan erat dengan kewartawanan. Keseharian wartawan, mencari bahan berita untuk dituliskan dalam sebuah surat kabar agar menjadi informasi bagi masyarakat umum. Bagi guru, kegiatan ini dapat memberikan pengalaman, wawasan, dan suatu inovasi dalam peningkatan profesionalisme.
Jurnalistik atau Jurnalisme berasal dari kata journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari perkataan latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik (Wikipedia.org). Dari berbagai ragam pengertian dan teori  jurnalisme, dapat diambil kesimpulan bahwa catatan kejadian atau peristiwa sehari-hari merupakan langkah jurnalistis. Memang, kegiatan jurnalistik dalam opini publik identik dengan kegiatan seorang wartawan. Namun, tidak hanya wartawan saja; warga biasa, guru, dan apapun statusnya, jika menulis adalah sebuah dorongan untuk menuangkan setiap kejadian dalam hidup adalah hak siapapun. Tidak semua tulisan bisa dikategorikan sebagai karya jurnalistik. Pembeda diantara keduanya adalah kriteria saja ; esai, artikel, resensi, laporan budaya, dan sebagainya. Tetapi, jika membicarakan tentang jurnalisme pasti hubungannya dengan menulis.
Penulisan Jurnalistik
Menulis dengan menggunakan teknik jurnalistik dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1.      Menentukan tema ; termasuk pertanyaan jika diperlukan.
2.      Investigasi atau observasi masalah
3.      Mengumpulkan data
4.      Mengorganisasikan data
5.      Mewacanakan seluruh data yang telah terkumpul
6.      Evaluasi

Enam langkah di atas merupakan salah satu cara dalam membaca peristiwa atau masalah di kelas yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam menulis, data suatu objek atau tema yang telah ditentukan sangat penting peranannya. Hal tersebut merupakan indikator untuk memudahkan si observer dalam menuangkan data ke dalam tulisan.

Dalam buku yang berjudul Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel (Prof. Drs. M. Atar Semi, 1995:11), berita ialah cerita atau laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang faktual, baru, dan luar biasa sifatnya.

Setelah mengetahui pengertian berita, kita harus mengetahui ciri-ciri berita.  Kriteria atau ciri penanda kejadian yang dapat dinilai sebagai berita adalah sebagai berikut.

1)      Kejadian itu merupakan suatu fakta
2)      Kejadian itu baru
3)      Luar biasa
4)      Penting dan ternama
5)      Skandal dan persengketaan
6)      Dalam lingkungan sendiri
7)      Sesuai dengan minat dan selera konsumen berita

Wujud medium berita, pada umumnya topik berita itu disekitar : (1) diri orang, seperti cetusan perasaannya, cita-citanya, gagasannya, dan imajinasinya; (2) pengalaman manusia, baik berupa pengalaman si pemberita maupun pengalaman orang lain yang diketahuinya; (3) lingkungan alam sekitar dan seluruh isi jagat raya.

Berita dapat diperoleh jika sumber itu ada. Sumber berita dibagi menjadi dua bagian, yaitu sumber resmi dan sumber tidak resmi. Sumber resmi berasal dari para pejabat, biasanya berita dari mereka sangat banyak; tentang koruptor, perkantoran, dan pemerintahan. Sedangkan sumber tidak resmi diperoleh dari masyarakat, tokoh masyarakat, para peneliti, teknisi, dan para ilmuwan, termasuk  berita yang menyangkut suatu tempat yang tidak terduga; kecelakaan, perampokan, bencana alam, dan lain-lain.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan penulisan berita, yaitu : (1) penetapan tujuan yang hendak dicapai; (2) menetapkan dan mempelajari serta memahami khalayak yang akan menerima berita; (3) mengorganisasikan gagasan; (4) menetapkan topik dan judul; (5) memutuskan tentang isi; (6) mempertimbangkan proses penerbitan; (7) bekerja dengan batas waktu (deadlines); (8) mempertimbangkan masalah penerbitan.

Organisasi dasar suatu wawancara terdiri dari tiga fase, yaitu :
1.   Fase pendahuluan dalam suatu wawancara dapat pula dibagi atas tiga bagian, yaitu :
a. penciptaan suasana
b. orientasi
c.  Motivasi
2.   Fase tanya jawab, merupakan jantung  suatu wawancara.
3.   Fase penutup, Kadang-kadang pada bagian penutup ini digunakan untuk berbincang-bincang tentang sesuatu yang lain atau digunakan untuk memberikan kesempatan orang yang diwawancara mengajukan pertanyaan.

Kelancaran suatu wawancara sangat tergantung pada bagaimana persiapan dan kesiapan pewawancara dengan pertanyaan yang hendak diajukan. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara terdiri dari berbagai bentuk,

  1. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang menghendaki jawaban yang luas dan bebas.
  2. Pertanyaan hipotetik terbuka, hampir sama gayanya dengan pertanyaan terbuka yang membedakannya hanya struktur pertanyaan itu sendiri.
  3. Pertanyaan langsung yaitu pertanyaan yang menghendaki jawaban singkat, dan kadang-kadang dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”.
  4. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang membatasi ruang gerak penjawab, bahkan kemungkinan jawaban telah tersedia.
  5. Pertanyaan beban adalah pertanyaan yang menimbulkan beban berat bagi penjawab, disebabkan tidak ada jawaban yang benar, tetapi menuntut jawaban emosional.
  6. Pertanyaan terpimpin merupakan pertanyaan yang diikuti dengan arahan jawaban.
  7. Pertanyaan orang ketiga adalah pertanyaan yang isinya diajukan seolah-olah merupakan pertanyaan yang datang dari orang ketiga, dan jawabannya pun sepertinya untuk orang ketiga.

Saran yang harus diperhatikan selama melakukan wawancara adalah sebagai berikut.

  1. Jadilah pemerhati yang cermat
  2. Pahamilah dengan cermat gagasan yang disampaikan
  3. Mengajukan pertanyaan susulan sebagai cara untuk memperoleh penjelasan




Konferensi Cabang PGRI Kecamatan Cipedes Masa Bhakti XX 2010-2015
Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

Masa bhakti XIX 2005-2010 pengurus cabang PGRI Kecamatan Cipedes, berakhir masa kepengurusannya yang diakhiri dengan diselenggarakan Konferensi Cabang, Rabu (15/12) di SDN. Perumnas 2 Kecamatan Cipedes. Konferensi ini dihadiri oleh Camat Cipedes, Kepala UPTD. Kecamatan Cipedes, Ketua PGRI Kota Tasikmalaya, dan peserta konferensi dari berbagai unit yang ada di Kecamatan Cipedes.
Konferensi berjalan alot ketika Drs. Amir Syamsudin, ketua pengurus cabang PGRI Kecamatan Cipedes masa bhakti XIX melaporkan pertanggungjawaban keuangan selama lima tahun periodenya. Salahseorang peserta konferensi secara kritis menanyakan segala macam pemanfaatan keuangan yang selama ini dikontribusikan dari potongan gaji guru-guru. Sebab rekapitulasi keuangan di dalam materi Koncab, terdapat kekeliruan penjumlahan yang menimbulkan pertanyaan dari peserta konferensi.
Namun, setelah ketua BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Cabang PGRI Kecamatan Cipedes memberikan klarifikasi atas kekeliruan rekapitulasi keuangan dalam materi konferensi, sedikit mereda. Peserta konferensi berharap, rekapitulasi keuangan tersebut diaudit kembali agar tidak terjadi salah paham antara pengurus dan anggota (peserta) Cabang PGRI Kecamatan Cipedes.
Sesuai dengan persetujuan para peserta Koncab PGRI Kecamatan Cipedes, agenda dilanjutkan dengan 4 tahap rapat pleno. Yang diantaranya membahas; program kerja, pemilihan pengurus baru, dll. Salahsatu program yang dibahas adalah hambatan guru golongan IVA banyak yang mandeg ketika ingin naik tingkat, sebab syarat mutlak yang harus mereka penuhi harus membuat karya tulis ilmiah. Kelemahan guru-guru dalam membuat karya tulis ilmiah memang diakui oleh pengurus dan peserta (anggota) Koncab. Oleh sebab itu, pengurus akan memediasi masalah tersebut dengan mengagendakan kegiatan peningkatan profesionalisme guru agar terampil menulis.
Dalam menjalankan program peningkatan profesionalisme guru terampil membuat karya tulis ilmiah, salahseorang peserta Koncab berharap pengurus PGRI Kecamatan Cipedes mengadakan workshop menulis yang ada tindak lanjutnya agar tidak “menggantung”. “Menulis memang susah-gampang. Seorang guru harus memiliki kemampuan membaca (literatur dan lingkungan) dan menyimak terlebih dahulu, baru keterampilan menulis dapat dikuasai”, tegasnya. Peserta tersebut merasa resah, karena banyak karya tulis ilmiah yang dibuat guru merupakan hasil plagiat. Maka untuk meminimalisir plagiarisme di dunia pendidikan (karya tulis guru), harus mengadakan workshop menulis yang berkesinambungan dan ada ruang untuk guru menuangkan karya tulis; esai atau artikel. “Vietnam saja yang memperoleh kemerdekaan tahun 1968 mampu menghasilkan buku lebih banyak dari Indonesia yang merdeka lebih dulu tahun 1945. Artinya, orang-orang Vietnam sadar bahwa karya tulis merupakan pembangun SDM untuk generasi berikutnya. Ketahuilah saudara-saudara, perawi merupakan salahsatu pembentuk peradaban terutama pendidikan” lanjutnya.
Rapat pleno terakhir Konferensi Cabang PGRI Kecamatan Cipedes Masa Bhakti XX 2010-2015, merupakan agenda terakhir dalam rangka pemilihan kepengurusan baru. Setelah diadakan pemungutan suara F1 (pemilihan ketua), F2 (pemilihan Wk. Ketua), dan F3 (pemilihan sekretaris), yang terpilih dari bakal calon kepengurusan diantaranya : Asep Supriyadi, S. Pd. (Ketua/Kepsek SDN. Perumnas 2), Supriatna (Wk. Ketua), dan Syarif Hidayat A (Sekretaris).
Diharapkan, kepengurusan baru cabang PGRI Kecamatan Cipedes dapat menjalankan tugas sesuai dengan program dan dapat meningkatkan profesionalisme, kesejahteraan, dan masa depan guru di Kecamatan Cipedes.



 
Mengapa Tuhan Menyicil Do’a Kita?
Oleh : Adi Pratama, A. Ma.


Masalah adalah sesuatu yang selalu dirasakan dan dialami oleh setiap manusia, selama manusia bernafas maka selama itu juga ia akan berjumpa dengan masalah yang selalu datang dan pergi silih berganti antara masalah yang satu dengan masalah yang lainnya. Mungkin kita tidak akan menjumpai masalah setelah kita meninggal nanti, karena setelah kita meninggal yang ada hanyalah pertangungjawaban dari semua perbuatan yang kita lakukan selama hidup.
Mungkin banyak diantara kita yang masih bisa bersabar, bahkan ikhlas untuk setiap masalah yang menghampiri, pasrah karena semuanya adalah kehendakNya. Namun, Tidak sedikit juga diantara kita yang memaki dan kesal, disaat mendapat masalah. Marah pada diri sendiri, marah pada orang lain, baik yang bersangkutan ataupun yang tidak tahu sama sekali akar permasalahannya. Bahkan, kita juga sering marah pada yang kuasa dengan berbagai macam perasaan buruk yang bercampur di hati; iri, dengki, dendam, putus asa sampai akhirnya timbul pertanyaan, “Mengapa Kau berikan masalah itu padaku Ya Robb?”
Ketika kita dilanda amarah, hidup pun menjadi kacau; tak tentu arah, tak ada tujuan, hampa, dan kosong. Disaat kita mulai menyadari sekuat tenaga untuk bersabar, masalah yang kita terima itu bisa secepatnya terselesaikan. Hati dan perasaan kita sedikit lega karena sedikitnya kita mulai berharap bahwa semuanya akan cepat berlalu.
Tetapi manakala penantian dan harapan kita tak kunjung datang, kita semakin rapuh. Yang ada hanyalah rasa putus asa, menyalahkan keadaan, waktu, diri sendiri, orang lain. Dan semuanya salah, bahkan mungkin kita pun semakin menyalahkan Tuhan. Dimana Tuhan? Mengapa ia tak melihat usaha kita? Mengapa Ia tak mendengar do’a kita? Mengapa Ia tak menunjukan kebenaran? Dimana Tuhan? Mengapa Ia tetap bersembunyi?
Dari kasus dia atas, yang perlu diperhatikan oleh kita adalah bahwa semua masalah yang terjadi pada kita, semata-mata karena kesalahan kita sendiri. Bukan orang lain, waktu, dan keadaan. Bukankah hidup memang untuk masalah? Bukankah masalahlah yang semakin membuat kita kuat? Bukankah masalah yang semakin mendewasakan kita? Bukankah masalah yang semakin membuat kita berani untuk mengambil keputusan? Bukankah masalah yang semakin membuat kita mampu?
Renungkanlah Q.S Al Baqarah : 186, “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu ( Muhammad ) tentang Aku maka jawablah bahwasannya Aku adalah dekat dan Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo’a apabila orang itu berdo’a kepadaKu”. Ayat ini sangat jelas, tentang janji Tuhan kepada hambanya. Hanya Dia yang paling memahami diri kita dibandingkan kita sendiri!

Lalu persoalannya adalah mengapa kita merasa apa yang kita pinta tidak dikabulkan?
Jawabannya adalah bukan tidak dikabulkan, karena setiap doa kita itu pasti akan dikabulkan olehNya. Yang harus kita sadari adalah Tuhan mengabulkan do’a kita dengan cara cepat atau bertahap. Lalu mengapa kita merasa tuhan menyicil doa kita? Padahal kita sudah berusaha dan berdo’a semaksimal mungkin? Jika kita merasa kita telah bersusah payah, berjuang, berusaha, berdoa sekuat mungkin, sesungguhnya Tuhan tahu seberapa besar usaha kita.
Kita masih harus banyak belajar tentang kesabaran, ikhlas, serta harus membiasakan diri untuk tetap yakin pada hati kita, pada diri kita. Bahwa harapan dan impian kita itu pasti terwujud. Semua halangan, rintangan, masalah sebesar apapun pasti akan kita lewati, yakin bahwa semuanya hanyalah satu paket rencana dariNya untuk membuat kita lebih baik lagi sebelum kita mendapatkan apa yang kita inginkan.
Kita tak pernah tahu rencana Tuhan selanjutnya. Walaupun berliku, rencana Tuhan itu indah dan akan lebih indah lagi jika tiba waktunya. Menyerah bukan alasan, menyerah bukan pilihan, karena hanya ada satu pilihan; maju!




MULIANYA PROFESI GURU
Oleh: Ilam Maolani
(Pemerhati Pendidikan, Guru Agama SDN Sambongpari Mangkubumi Kota Tasikmalaya)

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 2000 peringkat Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada posisi 109. Lima tahun kemudian (tahun 2005) turun menjadi peringkat 112, dan pada tahun 2010 naik lagi ke peringkat 108 dari 150 negara di dunia (The Jakarta Post, edisi 8 November 2010).
Terdapat tiga faktor untuk mengukur peringkat IPM Indonesia, yaitu faktor pendidikan, derajat kesehatan, dan tingkat daya beli. Salah satu dari ketiga faktor tersebut yang sangat menentukan dan berperan penting adalah faktor pendidikan.
Berbicara masalah pendidikan di negara kita tidak terlepas dari pembicaraan masalah guru. Maka Peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI yang ke-65 pada tanggal 25 November 2010 yang lalu, mengingatkan kembali kepada kita tentang perbincangan mengenai profesi guru. Sebuah profesi yang saat ini lagi ‘diburu’, disorot, dan ‘dimanjakan’. Sebuah profesi yang menurut versi ‘guru’ bahwa di dunia ini hanyalah ada dua profesi, yaitu guru dan nonguru.
Guru yang mempunyai makna A person whose occupation is teaching others (seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain) merupakan pekerjaan mulia, penting, dan sangat strategis bagi kelangsungan kualitas pendidikan di Indonesia. Guru sebagai komponen utama pendidikan menempati posisi yang sangat terhormat. Hal ini dikarenakan tugas dan tanggung jawabnya yang berkaitan dengan jiwa anak didik. Hitam putihnya jiwa anak didik, salah satunya sangat bergantung pada guru.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Tidak akan dijumpai sedikitpun dalam dada atau pundak guru serentetan bintang tanda jasa. Beda halnya dengan tentara, polisi, jaksa, hakim, dan lain-lain. Pak Sukarno, Suharto, Habibie, Megawati, Gus Dur, SBY, mereka bisa menjadi presiden karena hasil cetakan para guru. Guru bisa mencetak presiden, tapi belum tentu presiden bisa mencetak guru. Guru bisa mencetak gubernur, akan tetapi belum tentu gubernur bisa mencetak guru. Semua bisa dan pernah merasakan duduk di kursi kekuasaan lantaran guru yang ‘mendorongnya' untuk duduk di kursi itu.
Guru bukan hanya berfungsi pengajar yang tugasnya menyampaikan sejumlah materi atau mata pelajaran di depan kelas, tetapi juga lebih dari itu guru adalah teladan (uswah) akhlak terhadap anak didiknya. Guru adalah sosok yang “digugu dan ditiru’. Ada ungkapan “Guru Ratu Wong Atua Karo”, guru diibaratkan sebagai pandita Ratu yang segala titahnya wajib ditiru. Guru harus merupakan cerminan insan kamil yang memiliki kesempurnaan. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga agama (Islam) menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul, sebab guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan sedangkan agama (Islam) sangat menghargai ilmu pengetahuan. Bahkan Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang berilmu, sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11: "Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Islam mengangkat derajat orang yang berilmu pengetahuan melebihi daripada orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan. Lebih dari itu, orang yang berilmu pengetahuan akan kelihatan berbeda segala-galanya dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman dalam Surat Az-Zumar ayat 9: “(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
Guru adalah bapak rohani atau spiritual father bagi anak didiknya, yaitu memberikan santapan jiwa dengan ilmu dan pendidikan akhlak. Dengan ilmu dan akhlak diharapkan anak didik mampu mencapai tingkat kedewasaan sehingga menjadi insan kamil yang mampu melaksanakan tugas hidupnya sebagai khalifah di muka bumi dengan baik.
Memperhatikan fungsi, peranan, kedudukan, serta tugas dan tanggung jawab guru yang yang sangat penting, berat, dan mulia dalam menyukseskan keberhasilan terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, maka sudah sewajarnya guru dihargai dan dihormati dengan sebaik-baiknya. Penghargaan dan penghormatan ini bukan semata-mata karena “guru juga manusia”, akan tetapi disebabkan kedudukan yang mulia dan sangat terhormat yang akan membawa kondisi manusia Indonesia ke arah yang lebih baik.
Mari kita mencoba untuk menengok bangsa lain. Setelah Hirosima dan Nagasaki dibom atom oleh Sekutu tahun 1945, segera Kaisar Hirohito mengumpulkan para pejabat negara dan bertanya' "Berapa orang guru yang masih tersisa di negeri kita?". Pada tahun 1957, ketika pesawat Sputnik dari Rusia sukses diluncurkan, masyarakat Amerika Serikat heboh karena merasa tertinggal. John F Kennedy yang kala itu masih Senator bertanya, "What's wrong with our classrooms?" Atau sejenak lihat pula betapa Presiden Vietnam memberikan suatu statement di hadapan para pembantunya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan negaranya,"No Teacher, No Education". Tidak ada guru, tidak ada pendidikan. Begitulah guru dan pendidikan di negara maju, senantiasa berada pada top of mind para pemimpin dan masyarakatnya.
Nah, sekarang bagaimana dengan Negara Indonesia? Di Indonesia, penghargaan terhadap guru mengalami ‘grafik pasang’ alias kecenderungan ‘naik’. Pada jaman penjajahan, profesi guru merupakan profesi yang ‘disepelekan’. Ketika Pemerintah Belanda pada pertengahan abad ke-19 mulai mendirikan sekolah kejuruan (vakscholen), anak kalangan priyayi dan orang pribumi kaya lebih tertarik kepada "Sekolah Radja" (Hoofdenscholen/Sekolah Calon Pegawai Sipil Pribumi) ketimbang masuk Sekolah Pelatihan Guru Pribumi (Kweekschool). Sebab, guru dianggap sebuah karier yang tidak prestisius dan menjanjikan. Kecenderungan itu tampaknya terus berlanjut sehingga kebanyakan siswa berprestasi tidak tertarik masuk lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Semua ini berdampak buruk pada kompetensi guru, ditandai oleh rendahnya penguasaan materi dan metodologi pembelajaran, kurangnya kematangan emosional dan kemandirian berpikir, serta lemahnya motivasi dan dedikasi. Selanjutnya, pekerjaan sebagai guru tertinggal dan tidak seistimewa profesi lain.
Memasuki Orde Lama dan Orde Baru, perhatian pemerintah masih kurang begitu besar terhadap guru. Guru masih ‘agak dianaktirikan’ dibanding dengan profesi lain. Guru masih dianggap ‘kelas dua’. Bahkan ada seloroh yang mengatakan bahwa jika seorang gadis menangis, maka untuk menghentikan tangisannya, si orangtua gadis mengancam anaknya akan dikawinkan dengan guru. Mendengar ancaman tersebut, gadis itu seketika berhenti menangis. Atau pernah suatu saat penulis bertanya kepada para siswa yang ada di suatu kelas tentang cita-cita mereka, dari 35 orang siswa, hanya ada dua orang yang bercita-cita ingin menjadi guru.
Pada perkembangannya kemudian, baru setelah ada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 dan Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) No. 14 tahun 2005, profesi guru semakin dihargai dan dihormati. Kesejahteraan guru semakin meningkat dan diperhatikan. Terutama dalam UUGD, guru semakin dituntut untuk meningkatkan kompetensi, kualifikasi, dan disertifikasi sehingga pada akhirnya guru akan mendapatkan sertifikat pendidik sebagai tanda bahwa ia seorang guru yang sudah profesional. Secara otomatis jika sudah mendapatkan sertifikat pendidik, maka guru berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi.
Maka tak berlebihan jika setelah adanya UU Sisdiknas dan UUGD, profesi guru semakin diminati dan diburu. Hampir di semua perguruan tinggi negeri dan swasta yang membuka fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, program studi pendidikan/keguruan peminatnya membludak. Hal ini menjadi buklti bahwa keberadaan guru semakin eksis dan diperhitungkan.
Dengan adanya perhatian pemerintah dan masyarakat yang semakin besar, kini tiba saatnya bagi para guru untuk lebih meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya. Jadilah guru yang bermutu. Guru yang tidak memandang apakah ia sudah disertifikasi atau belum, yang penting didiklah anak-anak dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Hindari cara mendidik dengan menghardik, jauhi cara mengajar dengan menghajar, tidak ada dalam diri guru teknik membimbing dengan “nampiling”, anak didik bukan dipukul tetapi mereka harus dirangkul.
Dalam hal proses pembelajaran, hindari cara mengajar “Chalk and Talk”, hampir setiap pertemuan di kelas hanya menulis dan berbicara (ceramah). Guru bukanlah profesi yang mendapat panggilan Bapak/Ibu ‘Ambeyen’, yaitu guru yang hanya duduk di belakang meja guru tanpa ada aktivitas variasi gerak dalam mengajar. Tidak patut guru disebut sebagai ‘tukang obat’ (terus-terusan menggunakan metode ceramah), tanpa adanya variasi metode. Atau sangat janggal jika bapak guru mendapat julukan “Guru Peci” (bagi guru yang berpeci), artinya ketika mengajar hanya pecinya saja yang ada di atas meja guru sedangkan gurunya tidak ada di dalam kelas, ia keluar kelas tanpa menghiraukan anak didik yang sedang belajar.
Ingatlah selalu bahwa mengajar bukan hanya transfer of knowledge (pengalihan pengetahuan), tetapi lebih dari itu mengajar merupakan transfer of values (pengalihan nilai), tentunya nilai-nilai kebaikan bukan nilai-nilai keburukan. Pertanggungjawaban mendidik bukan hanya di dunia, akan tetapi juga di akhirat kelak. Jadilah Guru Indonesia yang amanah, bertanggung jawab, aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Selamat Hari Jadi Guru.
 


Pengaruh Media Terhadap Budi Pekerti Pelajar
Oleh : D. Dudu AR

Erosi budi pekerti yang melanda masyarakat pelajar perlu direvitalisasi di dunia pendidikan. Sendi-sendi masyarakat pelajar yang saat ini memprihatinkan adalah akibat meninggalkan sikap ketimuran yang sudah mengakar dan membudaya di Indonesia. Perilaku para pelajar di luar sekolah adalah indikasi produk lulusan sekolah terkesan “gagal”. Hal tersebut terlihat dengan banyak pelajar yang lebih memilih tawuran, mesum, mencuri, geng-gengan, dan melacurkan diri ke tempat-tempat yang tidak wajar.   

Budi pekerti pada kamus bahasa Indonesia merupakan kata majemuk, dari kata budi dan pekerti. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran. Pekerti berarti kelakuan. Secara terminologi, kata budi ialah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter. Sedangkan pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behavior. Jadi dari kedua kata tersebut, budi pekerti dapat diartikan sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia. Penerapan budi pekerti tergantung kepada pelaksanaanya. Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif. Budi pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi pekerti didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati yaitu rasio. Rasio mempunyai tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan mau menerima yang logis, yang masuk akal dan sebaliknya tidak mau menerima yang analogis, yang tidak masuk akal (wikipedia.org).

Sementara menurut Soedjadi  Setjonegoro dalam buku Pedoman untuk Peladjaran Boedi Pekerdi pada Sekolah Rakjat (1959), merumuskan pengertian budi pekerti sebagai pimpinan bagi segala pekerti, perbuatan, yang bersumber pada budi atau ratio. Ditambahkan bahwa yang dimaksudkan dengan pimpinan ialah pimpinan ke arah kebaikan yang didasarkan atas kesadaran. Kesatuan budi yang bersifat batiniah dengan perbuatan yang bersifat lahiriah tersirat dalam rumus ini. M. Imram Pohan dalam buku Budi Pekerti Dalam Rangka Sosialisme Indonesia (1966) menerangkan bahwa budi pekerti ialah segala tabiat atau perbuatan manusia yang berdasar pada akal atau pikiran. Karena akal atau budi merupakan kesadaran, keinsyafan, maka budi pekerti mencakup perbuatan yang dilakukan atas keinsyafan menentukan baik buruk (Bali Post, 11 April 2004).
Degradasi budi pekerti ; moral, etika, tatakrama, dan akhlak masyarakat pelajar yang sedang terjadi di negeri ini harus segera dipikirkan bersama, khususnya pemerintah dan dinas pendidikan.  Fenomena pengaruh global dan sporadis media; revolusi teknologi informasi yang tidak tebendung dan terfilter menjadi salah satu sebab peserta didik mengalami keguncangan dalam mengaplikasikan tatakrama, moral, perilaku, dan sikap yang cenderung dekonstruktif, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Hal tersebut merupakan indikasi budi pekerti peserta didik terancam dalam perkembangannya. Sebab, sekolah sebagai sarana belajar peningkatan pengetahuan, sikap, dan budi pekerti dituntut menghasilkan lulusan sesuai kurikulum yang ada.

Media elektronik, online ataupun cetak tidak henti-hentinya menghidangkan berbagai informasi dan visual (verbal atau non verbal) yang mempengaruhi psikis peserta didik yang membentuk diri mereka menjadi manusia yang rentan melakukan berbagai hal yang tidak diinginkan. Tidak sedikit misalkan; penokohan dalam sebuah film, sinetron, ataupun visualisasi yang dipublikasikan media, banyak yang tidak “layak” untuk dikonsumsi peserta didik. Pada akhirnya, peserta didik terhipnotis oleh berbagai macam perilaku, moral, tatakrama, dan perbuatan yang kurang baik dari tokoh-tokoh tersebut. Paling mengerikan, ketika para pelajar meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.

Perilaku peserta didik pada zaman sekarang sangat memprihatinkan; dewasa prematur akibat media elektronik dan online membuat mereka cenderung melakukan hal-hal negatif, seperti bersikap sesuai tokoh favorit (negatif), berbahasa brutal, dan mengikuti fashion atau model pakaian yang tidak disaring sesuai budaya timur. Sementara, budaya-budaya ketimuran hanya retorika saja dalam pendidikan. Sebab, visualisasi ketimuran justeru kurang diberdayakan oleh pihak-pihak yang memiliki kemampuan di bidang itu.

Kita lihat pengaruh media terhadap budi pekerti peserta didik, seperti Facebook, memberi ruang kepada peserta didik untuk mencurahkan segala macam masalah yang dialami. Media tersebut bermanfaat, jika digunakan dengan hal-hal positif. Tetapi, jika digunakan oleh peserta didik yang masih memerlukan bimbingan dalam penggunaan media online, dikhawatirkan menjadi bumerang bagi dunia pendidikan. Pada kenyataannya, Facebook digunakan oleh peserta didik ketika di luar sekolah ; menghabiskan waktu belajar, melakukan manuver seperti “orang dewasa”, dan memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang belum waktunya digunakan dan memang tidak patut digunakan.

Alasan paling kuat, kenapa Facebook kurang bermanfaat bagi peserta didik? Karena pengguna dari media online itu sendiri adalah orang-orang dari segala usia; mulai tukang becak, tukang sampah, penjahat, penculik, penjual narkoba, ustadz, guru, menteri, dan sampai presiden adalah egaliteritas status di dalamnya. Artinya, jika peserta didik membaur dengan orang-orang yang berasal dari berbagai macam latar belakang dan profesi, tanpa bimbingan keluarga atau guru maka peserta didik akan mengalami akselerasi perilaku yang cenderung mengganggu psikologi dan berdampak kepada budi pekerti yang “chaos”.

Hal-hal di atas merupakan contoh kecil yang mempengaruhi budi pekerti peserta didik terancam. Maka dari itu, tantangan bagi sekolah untuk menumbuhkembangkan kembali budi pekerti peserta didik sangat berat. Namun, sekolah sebagai ruang pendidikan harus berusaha membangun kembali suatu kurikulum budi pekerti yang diintegrasikan ke setiap mata pelajaran. Sebab, jika mengandalkan mata pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan yang memiliki alokasi waktu terbatas, kurang memberdayaan aspek budi pekerti di sekolah.

Dasar dan Fungsi Pendidikan Nasional UU No. 20 Th. 2003 mengamanatkan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara, Tujuan Pendidikan Nasional mengharapkan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan;  tuntutan pembangunan daerah dan nasional;  tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;  agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Berlomba dengan globalisasi yang semakin teknologis dan elektronis, lingkungan pendidikan harus siap menghadapi arus tersebut. Sebagai konsekuensi sporadis media yang terus-menerus “mengancam” peserta didik – jika tidak dibendung dengan pembelajaran kurikulum budi pekerti yang diintegrasikan ke setiap mata pelajaran – maka  globalisasi yang dihadapi masyarakat pendidikan, tidak akan tergoyah oleh hal-hal negatif dari luar. Dalam hal ini, sekolah menjadi ujung tombak dalam meningkatkan kompetensi lulusannya dalam aspek budi pekerti yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan.

Budi pekerti luhur sebetulnya sudah menjadi budaya dan tradisi yang turun-temurun sejak lama di negeri ini. Namun, sedang mengalami degradasi ketika pengaruh global tidak diantisipasi secara kritis, cepat dan tepat. Akibatnya, masyarakat, terutama peserta didik tidak siap menerima hal-hal baru dari “luar”.

Salahsatu tindakan preventif para pelajar menggunakan internet yang notabene banyak disalahgunakan, pihak sekolah perlu membuat kelas virtual. Kelas ini harus diberdayakan oleh sekolah dalam memantau, berinteraksi, dan mendidik para pelajar untuk menggunakan internet sesuai keperluan dan tidak berlebihan.

Kelas virtual ini merupakan kelas jarak jauh ketika di luar pembelajaran di sekolah; siswa bisa mengirimkan tugas langsung sesuai kelasnya. Berdiskusi dengan teman-temannya tentang materi pembelajaran yang belum dipahami. Menanyakan langsung kepada guru dalam mengerjakan PR, dan masih banyak lagi.

Hal di atas perlu dilakukan oleh berbagai sekolah, semata-mata tanggung jawab pendidikan terhadap para pelajar di luar pembelajaran. Sebab, jika tidak ada tindakan preventif seperti ini, para pelajar akan tidak terkontrol berselancar di dunia maya. Dan sudah barang tentu, generasi bangsa ini akan terkontaminasi oleh produk-produk yang tidak pantas dikonsumsi.


GURU GOL.IV/A BISA NAIK PANGKAT KE GOL.IV/B MENGGUNAKAN “CAR”
Oleh : Supardi, S.Pd. M.Pd.

Sedikitnya 344 ribu dari 2,7 juta guru di Indonesia berada pada golongan IV/A. Namun, dari jumlah tersebut baru sekitar 2.200 guru yang bisa naik ke golongan IV/B ke atas. Sisanya, menumpuk di golongan IV/A karena “mandeg” akibat belum mau dan mampu membuat karya tulis ilmiah.
Untuk menembus golongan kepangkatan IV/B, guru golongan IV/A harus mengumpulkan angka kredit dari unsur pengembangan profesi yang besarnya 12. Angka tersebut diperoleh dari penulisan karya tulis ilmiah berupa penelitian, karangan ilmiah, tulisan ilmiah populer, buku, diktat, dan terjemahan. Penulis berpendapat untuk mengumpulkan nilai 12 bagi guru tidaklah sulit ababila dibarengi dengan kesungguhan, ketelatenan dan perjuangan yang gigih. Hal ini terbukti penulis dan beberapa rekan guru bisa melenggang ke golongan IV/c, bahkan Drs.Hamka, M.Pd yang nota bene guru SD yang mendapat “tugas tambahan” telah mencapai golongan yang lebih tinggi yaitu golongan IV/d bahkan sudah dalam proses pengusulan ke golongan IV/e.
Selama ini sudah banyak guru golongan IV/A yang melaporkan karya tulis ilmiahnya ke Biro Kepegawaian Depdiknas (tim penilai). Namun, karena dinilai belum memenuhi syarat, sehingga usulan angka kredit tersebut ditolak. Penolakan tersebut kemungkinan bukan semata-mata karena minimnya kemampuan guru dalam membuat karya tulis tetapi bisa disebabkan ketidaktauhan guru tentang aturan/kriteria pembuatan karya tulis yang kurang dipublikasikan.
Persepsi ini telah menyebar luas di kalangan guru. Akibatnya, banyak guru yang memilih apatis untuk mengurus kenaikan pangkatnya. Mereka menganggap, penolakan kenaikan pangkat tersebut terjadi karena kesengajaan, terkait pembatasan jatah jumlah golongan IV/B ke atas. Bahkan, ada juga yang menilai adanya unsur “kerja sama” antara pejabat penilai dan guru yang lolos menembus golongan IV/B. Padahal yang terjadi tidak demikian, karya guru memang belum memenuhi kriteria kegiatan pengembangan profesi yang disusun Biro Kepegawaian Depdiknas.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis ingin memberikan solusi bagi guru golongan IV/A supaya dapat menembus golongan IV/B dengan menggunakan “CAR”. CAR ( Classroom Actions Researt ) yang biasa disebut PTK (penelitian tindakan kelas) merupakan salah satu kendaraan yang dapat mengantar guru golongan IV/A menuju golongan IV/B.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga dengan Classroom Action Research (CAR) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Fokus PTK adalah pada siswa atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas.
Supaya karya tulis ilmiah yang berupa penelitian tindakan kelas (PTK) mendapat nilai setidaknya mengikuti kerangka sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tindakkan Yang Dipilih
D. Tujuan
E. Manfaat Peneltian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
B. Kajian Hasil Penelitian

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Objek Tindakan
B. Setting Penelitian
1.    Jenis Tindakan
2.    Tempat Penelitian
3.    Kelas Yang di jadikan obeyek
C. Metode Pengumpulan data
D. Metode Analisa Data
E. Cara Pengambilan Kesimpulan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Pgambaran selintas tentang settinh
B. Uraian penelitian secara umum
C. Penjelasan per-siklus
D. Proses menganalisa data
E. Pembahasan dan pengambilan kesimpulan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Dengan mengikuti alur seperti yang diuatara di atas kemungkinan besar usulan PTK bapak/ibi guru akan diterima dan sekaligus mendapatkan nilai dari unsur pengembangan profesi sehingga bisa naik pangkat dari gol.IV/a ke IV/b.
Sumber : ditropen.net
 

 
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen), Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) menyosialisasikan mekanisme baru penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2011  pada Selasa (28/12). Direktur Jenderal Mandikdasmen Suyanto menjelaskan, dana BOS yang selama ini dianggarkan di Kemdiknas, akan disalurkan langsung dari kas negara ke kas daerah. Setelah itu, langsung ke rekening sekolah dengan mengikuti mekanisme APBD.
Suyanto menyampaikan, mekanisme baru tidak mempengaruhi prinsip dasar pengelolaan dana BOS di sekolah. Dana BOS tidak terlambat disalurkan ke sekolah setiap triwulannya. Penyaluran dana BOS dalam bentuk uang tunai, tidak dalam bentuk barang, tepat jumlah, dan tepat sasaran. Dana BOS tidak digunakan untuk kepentingan di luar biaya operasional sekolah. Dan, petunjuk pelaksanaan/penggunaan tetap berpedoman pada panduan Kemdiknas.
"Pengalihan penyaluran bukan berarti sebagai pengganti kewajiban daerah untuk penyediaan BOSDA; Penyaluran dana BOS ke sekolah tidak perlu menunggu pengesahan APBD. Di samping menyediakan BOSDA daerah harus menyediakan dana untuk manajemen tim BOS, termasuk monitoring dan evaluasi. Juga, kewenangan mengelola dana BOS tetap berada di sekolah (prinsip manajemen berbasis sekolah)," ucap Suyanto.
Untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan BOS di tingkat sekolah, telah disusun buku panduan pengelolaan BOS. Selain didistribusikan, isi buku disosialisasikan ke seluruh sekolah. Pelatihan perencanaan dan pengelolaan dana BOS di tingkat sekolah pun diadakan.
Peningkatan pengawasan oleh komite sekolah dan oleh Inspektorat Daerah, Itjen, BPKP, BPK dan masyarakat. Penguatan pemantauan dan evaluasi oleh Kemdiknas dan Dinas Pendidikan. Sedangkan penguatan unit pelayanan dan pengaduan masyarakat untuk BOS 2011 melalui layanan bebas pulsa 177. Lalu, diterapkan sanksi bagi yang melakukan penyimpangan.
Acara sosialisasi ini diikuti sekitar 1.000 orang peserta. Mereka adalah para kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten dan kota. Juga, pejabat pengelola keuangan daerah.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Cilegon, Ratu Ati, seusai pembukaan sosialisasi mengatakan, mekanisme anyar ini merupakan sebuah terobosan yang mudah-mudahan sinkronisasi dan sinergi daerah dengan pemerintah pusat akan lebih baik. Jadi, keberadaan BOS ini betul-betul bisa dimaklumi oleh pemerintah daerah, dan misalnya kalau ada kekurangan pemerintah daerah akan membantu sehingga lebih eksis lagi. "Kebetulan kami di Cilegon sudah melakukan pendidikan gratis, tetapi dengan adanya pola ini kita akan semakin tahu peran pemerintah daerah akan lebih baik lagi," katanya.
sumber: kemdiknas.go.id



Formula nilai akhir penentu kelulusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan sederajat, serta sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat, ditetapkan dengan menggabungkan nilai mata pelajaran ujian nasional (UN) dengan nilai sekolah. Nilai akhir adalah pembobotan 60 persen nilai UN ditambah 40 persen nilai sekolah. Formula ini akan digunakan pada UN Tahun Pelajaran 2010/2011. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyampaikan hal tersebut pada jumpa pers akhir tahun di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Jakarta, Kamis (30/12).
Mendiknas mengatakan, formula UN merupakan hasil kesepakatan bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) selaku penyelenggara UN dan atas rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat. "Kalau dulu UN sendiri dinilai hasilnya berapa. Kalau dia memenuhi 5,5 ke atas lulus. Pada 2011 dikombinasikan antara ujian yang dilakukan secara nasional, dengan prestasi atau capaian waktu dia sekolah kelas 1,2, dan 3," katanya.
Hadir pada acara tersebut Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Sekretaris Jenderal Kemdiknas Dodi Nandika, WKS Inspektur Jenderal Kemdiknas Wukir Ragil, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas Djoko Santoso, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemdiknas Baedhowi, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdiknas Suyanto, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas Mansyur Ramly, dan Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Hamid Muhammad.
Mendiknas mengatakan, syarat kelulusan lainnya adalah nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00 dan tidak ada ujian ulangan. "Bagi yang tidak lulus dapat mengikuti Ujian Paket C untuk SMA," ujarnya. Dia menjelaskan, seorang siswa sedikitnya harus meraih nilai 4 pada UN agar dapat lulus dengan syarat nilai ujian sekolahnya 8. Dengan menggabungkan kedua nilai tersebut maka nilai akhir diperoleh 5,6 di atas nilai minimal 5,5. "Kalau nilai ujian sekolah 7 belum lulus. Nilai aman UN adalah 6," katanya saat menyimulasikan nilai UN.
Mendiknas melanjutkan, berdasarkan hasil pemantauan berita selama 2010, UN menempati urutan pertama dari 10 isu pemberitaan pendidikan 2010. Dia menyebutkan, jumlah pemberitaan terkait UN sebanyak 1.899 (20,1%), disusul guru 974 (10,3%) berita, dan penerimaan peserta didik baru 537 (5,7%) berita. "Yang paling banyak urusan UN. Itu menunjukkan bahwa UN menjadi perhatian publik," katanya.
Mendiknas memaparkan, capaian kinerja 2010 dan program Kemdiknas 2011. Secara umum, kata Mendiknas, serapan anggaran Kemdiknas mencapai 89,29 persen per 27 Desember 2010. Adapun anggaran Kemdiknas pada 2011 Rp55,6 triliun. "Tidak ada pengurangan darisisi anggaran. Alokasi BOS dikirim ke daerah," ujarnya.
Mendiknas menambahkan, sebanyak 20 persen anggaran APBN digunakan untuk fungsi pendidikan yang ada di 17 kementerian/lembaga. Mendiknas menyebutkan, anggaran fungsi pendidikan pada 2011 Rp243 triliun. Namun demikian, kata Mendiknas, anggaran tersebut tidak boleh digunakan untuk sekolah kedinasan seperti Akademi Kepolisian dan Akademi Militer. "Sekolah kedinasan tidak boleh memanfaatkan dana fungsi pendidikan," katanya.
sumber : kemdiknas.go.id


MENGHADAPI SEBUAH KEGAGALAN
Oleh: Ilam Maolani
(Staf Pengajar Guru Agama SDN Sambongpari Mangkubumi Kota Tasikmalaya)

"Tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. Kesuksesan akan datang pada mereka yang berusaha mendapatkannya, bukan pada mereka yang hanya mengharapkannya. Jangan pernah putus asa karena yang mudah putus asa tidak pernah sukses dan orang sukses tidak pernah putus asa"

                Kesedihan, kekecewaan, frustasi, dan kemalangan adalah kata-kata yang bersinonim dengan kegagalan. Berbagai bentuk kegagalan memenuhi sudut-sudut kehidupan. Gagal dalam belajar, gagal dalam meraih angka atau nilai yang tinggi, gagal dalam berwiraswasta, gagal dalam berkarir, gagal dalam mencari jodoh, gagal dalam membangun keluarga bahagia, gagal menepati janji, gagal dalam sebuah pertandingan, dan lain-lain, semuanya akrab dengan kehidupan manusia. Kegagalan demi kegagalan yang dialami seseorang tak jarang menimbulkan kekecewaan yang dalam, hingga hilangnya kepercayaan diri. Gagal menjadi kata yang ditakuti sehingga setiap orang berusaha menjauhinya. Kegagalan diibaratkan jurang yang memisahkan antara harapan dan kenyataan. Berapa banyak orang yang mengakhiri hidupnya dengan tragis karena tidak lagi menahan derita kegagalan.
                Berikut ini ada lima tips dan trik menghadapi sebuah kegagalan, yaitu:
1. Bersikap Sabar
Bagi orang yang memegang teguh agama, setiap kegagalan bisa jadi sebagai musibah, bisa juga berarti cobaan atau ujian. Dalam menghadapinya membutuhkan kesabaran dan pengakuan bahwa hanya kepada Allahlah semuanya dikembalikan dan kita meminta jalan keluar, seperti Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah: 155-156: "...Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun".
Kegagalan harus dijadikan cambuk menuju kerja yang lebih termotivasi. Dengan kegagalan justru terpicu dan terpacu untuk bangkit kembali. Kegagalan adalah persimpangan jalan menuju kesuksesan. Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Belajarlah dari kegagalan agar hal serupa tidak terulang lagi. Mereka yang justru memotivasi diri setelah mengalami kegagalan, mereka itulah orang yang sabar. Itulah cara pandang yang tepat. Kegagalan bukanlah hantu yang menakutkan. Ketakutan terhadap suatu kegagalan bisa menghancurkan orang yang mempunyai prospek yang baik. Kegagalan sebenarnya bukanlah hal yang terburuk, yang terburuk adalah mereka yang tidak pernah mencobanya sama sekali atau yang berhenti berjuang dan mudah menyerah. Yakini bahwa dalam setiap kegagalan, kesulitan selalu ada jalan keluar, selalu ada kemudahan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Insyirah ayat 5-6: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan".
Jangan terkecoh dengan keberhasilan seseorang. Di balik kejayaan selalu ada jalan yang panjang yang berisikan catatan perjuangan dan pengorbanaan. Tak ada jalan pintas untuk sebuah kesuksesan. Bila anda terpesona pada kenyamanan yang diberikan oleh kesuksesan, anda bisa lupa dari keharusan untuk berupaya. Namun bila anda terkagum pada ketegaran seseorang dalam berusaha, anda menyerap energi kekuatan, keberanian dan kesabaran. Tak ada harga diskon untuk sebuah keberhasilan. Berusahalah terus. Pohon besar mampu menahan terjangan badai karena memiliki akar dan batang yang kokoh. Belasan tahun diperlukan untuk menumbuhkan dan melatih kekuatan. Bulan demi bulan, hujan menguatkan jaringan kayunya. Tahun demi tahun, pohon-pohon besar lain melindunginya dari terpaan hujan. Tak ada hitungan malam untuk mencetak sebongkah batang yang tegar. Tak ada hitungan siang untuk menumbuhkan akar yang kekar mencengkeram bumi. Hanya dengan kesabaranlah anda bisa meraih keberhasilan. Tumbuhkan kesabaran bukan sekedar kecepatan meraih sukses. Beberapa firman Allah SWT dalam Al-Qur'an menyinggung tentang kesabaran ini, diantaranya:
  1. Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung (Ali-Imran: 200).
  2. Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (Al-Baqarah: 45).
  3. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Al-Baqarah: 155).
  4.  Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdo`a: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir" (Al-Baqarah: 250).
  5.  Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar (Ali-Imran: 146).
  6.  Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu (Al-'An'am: 34).

2. Belajar dari Kesalahan dan Segera Bangkit
Bila anda menganggap kegagalan sebagai sebuah masalah dan masalah dipandang sebagai beban, anda mungkin akan menghindarinya. Bila anda menganggap masalah sebagai tantangan, anda mungkin akan menghadapinya. Namun masalah merupakan hadiah yang dapat anda terima dengan suka cita. Dengan pandangan tajam, anda melihat keberhasilan di balik setiap masalah. Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. Maka, hadapi dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses anda. Tanpa masalah, anda tak layak memasuki jalur keberhasilan. Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan. Bukan pula eraman hangat di malam-malam yang dingin. Namun ketika mereka melempar anak-anak itu dari tebing yang tinggi. Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, menganggap sebentar lagi akan mati. Sesaat kemudian, bukan kematian yang mereka terima, namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang.  Bila anda tak berani mengatasi masalah, anda tak akan menjadi seseorang yang sejati.
Tindakan yang harus dilakukan manakala kegagalan menimpa adalah ada kemauan yang keras untuk belajar dari kegagalan dan bangkit kembali, katakan pada diri sendiri "pasti ada jalan". Pepatah mengatakan,"Where there is a will there is a way" (Dimana ada kemauan, disitu ada jalan). Ketika yakin bahwa "pasti ada jalan", maka pikiran positif menyerbu membantu memecahkan masalah dan mencari jalan terbaik. Keyakinan ini mengubah secara otomatis energi negatif (mari kita menyerah, mari kita mundur, kita pasti gagal), menjadi energi positif (mari kita jalan terus, mari kita terus berjuang, kita pasti sukses). Kegagalan tidak terlepas dari kehidupan. Mereka yang lari dari suatu kegagalan adalah mereka yang lari dari suatu kehidupan. Cara terbaik menghadapi kegagalan adalah belajar dari kegagalan itu (mengambil hikmah) agar tidak pernah terulang kembali dan meneruskan untuk berjuang.
                Tingkat kesuksesan anda tergantung pada satu orang, yaitu anda sendiri. Apa yang anda mampu kerahkan dalam hidup adalah apa yang anda akan dapat dari hidup. Anda tidak bisa meminjam, meminta, atau mencuri kesuksesan orang lain. Memang orang lain mampu mengilhami, mengajarkan, mendorong, dan menghibur anda. Tetapi satu-satunya yang menjalani hidup adalah anda dan yang mampu memberikan pilihan terbaik adalah diri anda sendiri. Kegagalan paling abadi adalah kegagalan untuk mulai bertindak. Bila anda sudah mencoba dan ternyata gagal, anda memperoleh sesuatu yang bisa dipelajari dan mungkin dicoba kembali. Anda tidak akan pernah gagal bila anda terus berusaha.
Kesuksesan adalah sebuah paket, dan bagian dari paket itu adalah kegagalan. Pandangan yang mengatakan bahwa orang sukses adalah orang yang tidak pernah gagal, adalah pandangan keliru. Orang sukses adalah orang yang tidak pernah berpikir dirinya kalah, ketika ia terpukul jatuh (gagal), ia bangkit kembali, belajar dari kesalahannya dan bergerak menuju inovasi yang lebih baik. Coba kita resapi Firman Allah SWT dalam surat Al-Muzzammil: 2: "Bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)". Dan juga Surat Al-Furqon: 47: "Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha". Dalam ayat pertama, shalat di malam hari (tahajud) merupakan suatu ibadah, dan meskipun khitabnya untuk Rasul SAW, tapi berlaku pula bagi kita selaku umatnya, yakni dianjurkan untuk bangun/bangkit mendirikannya. Secara luas bisa dimaknai bahwa dalam kehidupan ini, baik ketika mendapat kesenangan maupun di saat mengalami suatu kegagalan, persoalan, permasalahan, maka segeralah menghadap Allah untuk shalat, segeralah untuk bangkit mendirikan shalat. Dalam surat Al-Baqarah: 45 seperti disebutkan di atas, mendirikan shalat merupakan salah satu cara untuk meminta pertolongan kepada Allah. Lalu ayat kedua, secara tersirat kita mesti memanfaatkan waktu siang hari itu untuk bangun/bangkit melakukan suatu usaha, tidak tinggal diam. Bangkit untuk berusaha ini secara luas bisa juga termasuk kita mesti bangkit berusaha untuk bertindak, bergerak, melupakan kegagalan, segera melakukan aksi, tidak berpangku tangan.
Bila kita membaca kisah nama-nama besar, kita tidak akan menemukan bahwa kesuksesan mereka adalah pemberian atau hanya karena kebetulan, melainkan kita akan menemukan serentetan perjuangan hidup-mati. Mereka mengalami terlebih dahulu kegagalan, berbagai ejekan, hinaan, dan berbagai sandungan lain hingga mereka mencapai suatu kesuksesan besar. Tidak ada kesuksesan yang gratis, semuanya harus ditebus dengan perjuangan dan kerja keras. Lihat saja sejarah Rasulullah SAW, ketika pertama kali mendakwahkan Islam, beliau dan pengikutnya dikucilkan, dicaci, dimaki, dihina, dilempar, sampai terluka dan berdarah. Namun dengan ketabahan dan kesabarannya akhirnya beliau sukses dalam menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam. Maka tidak berlebihan jika Michael H. Hart (2005) dalam bukunya 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, menempatkan Nabi Muhammad Rasulullah SAW, sebagai orang nomor satu manusia yang paling berpengaruh di jagad raya ini.

3. Melihat Kelemahan Diri, Tidak Berburuk Sangka
Tetapi terkadang manusia aneh, ketika mendapat kemenangan, kesuksesan dan kejayaan, ingin seiisi dunia mengetahuinya. Namun manakala kegagalan menghampirinya, tak jarang ia mencari kambing hitam, menyalahkan karyawan, staf, guru, murid, orangtua, anak, tetangga, masyarakat, menyalahkan keadaan dan nasib. Bahkan tak jarang masalah itu dibawa ke rumah hingga keluarga pun menjadi ajang pelampiasan yang akhirnya istri/suami/anak disalahkan. Sekalipun mungkin orang lain pernah berbuat kesalahan atau merugikan, namun betapa sering manusia merugikan dirinya sendiri. Oleh karena itu, cara mengatasi kekecewaan dari suatu kegagalan, pandanglah diri sendiri, apakah mempunyai kelemahan yang tidak terlihat sebelumnya. Mengingat begitu banyak yang terbiasa memandang kehebatan dirinya sendiri sehingga lalai melihat kelemahan diri sendiri. Hilangkan sikap berburuk sangka (su'udzan) kepada orang lain dan hindari mencari-cari kesalahan orang lain. Allah SWT memberi peringatan dalam Surat Al-Hujurat: 12, yaitu: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang".


4. Tumbuhkan Sikap Optimisme
Memandang kehidupan mesti dengan sikap optimisme. Optimisme adalah memandang hidup ini sebagai persembahan terbaik. Tidak ada sesuatu yang terjadi begitu saja dan mengalir sia-sia. Pasti ada tujuan. Pasti ada maksud. Allah SWT menciptakan hidup dan mati mempunyai tujuan tersendiri, yang salah satunya adalah seperti dalam surat Al-Mulk: 2, yaitu: "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". Mungkin saja anda mengalami pengalaman buruk yang tak mengenakkan, maka keburukan itu hanya karena anda melihat dari salah satu sisi mata uang saja. Bila anda berani menengok ke sisi yang lain, anda akan menemukan pemandangan yang jauh berbeda. Anda tidak harus menjadi orang tersenyum terus atau menampakkan wajah yang ceria. Optimisme terletak di dalam hati, bukan hanya terpampang di muka. Jadilah orang yang optimis, karena hidup ini terlalu rumit untuk dipandang dengan mengerutkan alis. Setiap tetes air yang keluar dari mata air akan mengetahui bahwa mereka mengalir menuju laut. Meski harus melalui anak sungai, selokan, kali keruh, danau dan muara, mereka yakin perjalanan mereka bukan tanpa tujuan.. Bahkan ketika menunggu di samudra, setiap tetes air tahu bahwa suatu saat panas dan angin akan membawa mereka ke pucuk-pucuk gunung. Menjadi awan dan menurunkan hujan. Sebagian menyuburkan rerumputan, sebagian tertampung dalam sumur-sumur, sebagian kembali ke laut. Menjalani kehidupan tak perlu bersusah hati. Bila kita mampu menjalani kehidupan  dengah bersemangat, maka beban seberat apapun akan terasa ringan. Bila kita tak pernah kehilangan harapan dan selalu optimis, kita akan selalu menemukan jalan keluar dari suatu masalah. Apalagi dalam Islam ada konsep roja, yaitu mengharap akan rahmat dan perjumpaan dengan Allah kelak. Harapan terhadap keyakinan bahwa sebagai wujud kasih sayang-Nya, Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan. Dalam surat Al-Kahfi: 110: "Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah  ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya".  
               
5. Tidak Pernah Putus Asa
Tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. Kesuksesan akan datang pada mereka yang berusaha mendapatkannya bukan pada mereka yang hanya mengharapkannya. Manakala manusia sukses dengan jabatan, karir, usaha, dan lain-lain, mereka senang, mereka sombong, lalai dan lupa kepada hakikat yang memberikan kesuksesan itu, yaitu Allah SWT. Namun sebaliknya, ketika ditimpa kesulitan, kesusahan, mereka berputus asa. Dalam surat Al-Isra: 83 Allah SWT berfirman: "Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia, dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa". Juga firman-Nya dalam surat Fushilat: 49: "Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan". Jangan pernah putus asa karena yang mudah putus asa tidak pernah sukses dan orang sukses tidak pernah putus asa. Allah SWT berfirman:"Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (Yusuf: 87). Bahkan dalam surat Al-Hijr: 55, mempertegas dengan: "Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa". Orang yang berputus asa termasuk orang-orang yang sesat. Dalam surat Al-Hijr: 56 dinyatakan:"Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat".
Putus asa adalah salah satu perkakas "Iblis". Diceritakan, pada suatu saat iblis mengiklankan bahwa ia akan mengobral perkakas-perkakas kerjanya. Pada hari H, seluruh perkakasnya dipajang untuk dilihat calon pembelinya, lengkap dengan harga jualnya. Seperti kalau kita masuk ke dalam toko hardware, barang yang dijual sungguh menarik, dan semua barang kelihatan sangat berguna sesuai dengan fungsinya. Harganya pun tidak mahal. Barang yang dijual antara lain: Dengki, Iri, Tidak Jujur, Tidak Menghargai Orang lain, Tidak Tau Berterima Kasih,  Malas, Dendam, dan lain-lainnya. Di suatu pojok display, ada satu perkakas yang bentuknya sederhana, sudah agak aus, tetapi harganya sangat tinggi, bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Salah satu calon pembeli bertanya,"Ini alat apa namanya?", Iblis menjawab: "Itu namanya putus asa". "Kenapa harganya mahal sekali, padahal sudah aus?", tanya pembeli. Iblis menjawab: "Ya, karena perkakas ini sangat mudah dipakai dan berdaya guna tinggi. Saya bisa dengan mudah masuk  ke dalam hati manusia, saya dengan sangat mudah melakukan apa saja yang saya inginkan terhadap manusia tersebut. Barang ini menjadi aus karena saya sering menggunakannya kepada hampir semua orang., karena kebanyakan manusia tidak tahu kalau putus asa itu milik saya”.
                Terakhir, hanya dengan melakukan pendekatan kepada Allahlah (berdzikir), hati manusia akan tenang, damai, sejahtera, bahagia, dan jauh dari putus asa. ”Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenang” (Ar-Ra’d: 28). Ilahi adalah solusi yang mumpuni. Semoga. Amin.

Menumbuhkembangkan Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar
Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

Tidak heran jika para kritisi bahasa dan sastra mempertanyakan peranan guru terhadap perkembangan bahasa dan sastra di sekolah. Hal ini dibuktikan, kurangnya kompetensi guru dalam kebahasaan dan kesusastraan. Khususnya guru sekolah dasar yang memiliki bejubel peranan sebagai : administrator, pengajar seluruh mata pelajaran, ekstrakurikuler, tugas tambahan, dlsb. Jangankan memikirkan bahasa dan sastra, banyak hal yang membuat mereka sering tidak fokus mengelola pembelajaran. Oleh sebab itu, perkembangan bahasa dan sastra di sekolah dasar tersendat-sendat.

Anehnya, tidak sedikit para pendidik yang menganggap enteng pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sehingga, Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah dasar khususnya, dikucilkan. Tidak seperti mata pelajaran lain yang notabene menjadi favorit untuk diikutsertakan dalam acara “lomba” pendidikan. Padahal Bahasa dan Sastra Indonesia memiliki sejarah panjang atas berdirinya negara ini. Bagaimana tidak, Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan sampai detik ini. Dan, Sastra Indonesia adalah ciri budaya Nusantara yang memberikan kontribusi terhadap karakter bangsa.

Karakter Siswa
Sementara, untuk memupuk generasi masa depan yang kokoh sebagai pribadi ; memiliki kesadaran sosial yang tinggi dan menjadi pelaku sastra di negeri tercinta ini adalah siswa-siswi sekolah dasar. Pembentukan sikap siswa-siswi pada usia sekolah dasar merupakan masa yang tepat untuk memberikan bekal afektif yang estetis, etis, dan berbudaya sejak dini. Hal ini sesuai dengan teori tabularasa (kertas kosong) yang dikemukakan Jhon Locke seorang tokoh empirisme, dalam buku pedagogik (2007 ; 74), diibaratkan sebagai ”tabularasa”, yaitu sebuah meja yang dilapisi lilin, yang digunakan di sekolah dalam rangka belajar menulis. Artinya, anak ibarat kertas putih yang bisa dilukis oleh pengaruh lingkungan dan manusia dewasa. Sebetulnya, bagi guru sekolah dasar, merupakan kesempatan baik untuk memberikan pemahaman dan pengalaman tentang bahasa dan sastra kepada siswa yang mampu membentuk karakter berbudaya, estetis dan etis. Sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Naional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi pada kelompok mata pelajaran estetika SD/MI mencakup ; meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.

Pada kenyataannya, mereka (siswa) disuguhi pembelajaran yang kaku; membaca puisi, menulis puisi, mendengarkan prosa, tanpa larung berdiskusi atau mengajak menela’ah secara baik dan benar. Sehingga dalam prosesnya, mereka gampang jenuh dan cenderung tidak berminat mengikuti pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Meskipun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI sudah dirancang sedemikian rupa – memberikan petunjuk kepada guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar – tetap saja kurang memberikan kontribusi yang cukup untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah dasar. Karena, substansinya adalah pengelola pembelajaran (guru) harus memiliki kemampuan dalam mengembangkan KBM dan PBM Bahasa dan Sastra Indonesia. Artinya memberdayakan sumber daya manusia (guru) terlebih dahulu ; memberikan pelatihan, workshop, seminar dan bengkel sastra, dalam rangka menjembatani kemampuan guru untuk mengembangkan Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas.



Kompetensi Guru
Kaitan dengan kemampuan guru sekolah dasar terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia memang menyedihkan. Betapa tidak, mereka harus memberikan pembelajaran bahasa dan sastra, sementara kemampuan bahasa dan sastra itu sendiri tidak dimiliki. Jelas, guru sekolah dasar bukan ahli bahasa dan sastra atau sastrawan, maka perlu diberikan seminar atau workshop tentang Bahasa dan Sastra Indonesia. Banyaknya peran ganda mereka yang membuat konsentrasi dalam memberikan pengajaran terbagi-bagi, yang akhirnya menjadi salah satu faktor penghambat perkembangan Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah dasar.

Apakah dengan begini, lalu pengajaran dan pembelajaran sastra di sekolah dasar akan kreatif, efektif, dan menyenangkan? Selain kurangnnya seminar atau workshop bahasa dan sastra untuk guru, pihak-pihak terkait juga terkesan kurang respect terhadap pengembangan sastra di sekolah dasar. Padahal, sastra merupakan cara ampuh membentuk karakter siswa sebagai penerus bangsa yang berbudaya, estetis, dan etis.

Ironisnya, kenyataan di lapangan paradoks dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Wajah pengajaran bahasa dan sastra seperti ini, mungkin tidak akan pernah jelita sepanjang guru itu sendiri tidak dibekali kemampuan bahasa dan sastra. Akan lebih baik, jika diadakan workshop ataupun bengkel sastra, kemudian mengundang sastrawan-sastrawan untuk memberikan pengarahan bahasa dan sastra kepada guru-guru sebagai bekal di kelas. Tindakan tersebut merupakan langkah yang progres dan aplikatif. Ketimbang berretorika setiap rapat-rapat ataupun berapriori dalam ritus pendidikan selama ini yang mengharapkan pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah dasar berkembang dan maju.

Selama ini, guru sekolah dasar kurang diberdayakan dalam pengembangan bahasa dan sastra di sekolah. Intensitas pengadaan seminar dan workshop yang minim diikuti oleh guru, merupakan salah satu alasan guru sekolah dasar gagap terhadap pengajaran sastra. Bukan perkara mudah, tugas yang diemban guru sekolah dasar, apalagi mengembangkan bahasa dan sastra yang seharusnya dipegang oleh guru ahli bahasa dan sastra.

Kesadaran Semua Pihak
Jika pihak-pihak terkait sadar pentingnnya perkembangan sastra di sekolah dasar dapat memupuk generasi yang berbudaya ; perihal membentuk karakter generasi yang mapan secara ruhani selain agama adalah pembelajaran bahasa dan sastra sejak dini. Fenomena “krisis moral” yang akhir-akhir ini melanda negeri akan terkontrol, jika sejak dini membudayakan para siswa untuk mencintai Bahasa dan Sastra Indonesia ; mengasah kepekaan jiwa membaca lingkungan sosial sebagai pemanasan siswa menjadi manusia dewasa yang berkembang dengan jiwa apresiasi. Melalui pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, tumbuh-kembang generasi yang memiliki jiwa sosial tinggi terhadap kehidupan bermasyarakat akan semakin membentuk karakter bangsa yang memiliki manusia-manusia berbudaya, etis, dan estetis.  Mungkin para kritisi sastra juga tidak lagi mengambinghitamkan guru, khususnya di sekolah dasar atas ”kegagalan sastra” selama ini. Betul, sudah seharusnya perkembangan bahasa dan sastra di sekolah dasar merupakan tanggung jawab bersama. Bukan mencari-cari kesalahan yang tidak sepatutnya disematkan kepada guru. Harus dipikirkan oleh kita semua, baik pemerintah, guru dan sastrawan di negeri ini. Jangan hanya menyalahkan salah satu pihak, agar perkembangannya itu sendiri selaras sesuai dengan tumbuh-kembang generasi (siswa).

Selain itu, pembagian tugas guru di sekolah dasar harus dikelola oleh pihak-pihak terkait dengan baik, agar tugas mengajar guru tidak tumpang tindih dengan administrasi yang pada kenyataannya mengganggu proses belajar-mengajar. Salah satunya, mengangkat tenaga kerja seluas-luasnya untuk dijadikan pegawai negeri sipil di setiap sekolah dasar, yang barang tentu harus sesuai dengan kompetensi dan bidangnya masing-masing. Agar fungsi guru sekolah dasar di kelas, tidak bekerja ke sana ke mari atau harus mengerjakan tugas yang bukan kompetensinya. Kemudian, menggalakan program guru bidang di sekolah dasar yang harus segera direalisasikan. Bagaimana tidak, satu kelas yang dikelola oleh satu orang guru – memegang seluruh mata pelajaran – merupakan pekerjaan yang sangat muskil menghasilkan murid berkualitas, terutama dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

Ruang Ekspresi
Sebagai langkah nyata yang aplikatif dan implementatif menumbuhkembangkan Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas adalah memberikan ruang ekspresi kepada siswa. Agar karya-karya siswa diapresiasi, khususnya oleh guru, dan umumnya masyarakat. Misalkan, hasil pembelajaran Bahasa dan Sastra di kelas, karya siswa dipublikasikan melalui media online ; weblog sastra pribadi atau yang menerima karya siswa. Bisa juga melalui media konvensional (cetak), lewat email atau dikirim langsung ke redaksi surat kabar yang biasanya mempublikasikan karya siswa.

Jika saran di atas masih sulit dilakukan karena keterbatasan guru pengajar membuat blog, cara mempublikasikan di media online atau cetak, alternatif yang bisa dijadikan pilihan adalah membuat majalah dinding sekolah sebagai ruang ekspresi bagi siswa. Majalah dinding bisa dijadikan alternatif bagi guru yang masih gagap teknologi, artinya jangan berpikir pendek untuk tidak berkreatifitas di sekolah, demi mewujudkan karakter siswa-siswi yang kokoh melalui pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ini harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh dan merealisasikan apapun konsepnya, sebagai langkah nyata dalam menumbuhkembangkan Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah dasar. Tindakan tersebut merupakan tindak lanjut seorang guru yang kreatif, karena produk atau karya siswa selama pembelajaran menjadi konsumsi bagi masyarakat pelajar lainnya dalam segi intelektual (apresiasi).

Peranan guru di sekolah dasar sangat penting; selalu berpikir, meningkatkan kreatifitas, dan didukung pihak-pihak terkait dalam rangka membangun karakter generasi bangsa yang kokoh melalui pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sehingga, polemik selama ini yang dihadapi oleh guru tidak menjadi momok dalam menumbuhkembangkan Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah dasar.

Nasionalisme Sang Seniman
Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

Ternyata, tidak sedikit seniman dan budayawan Sunda yang menjadi pengajar di Belanda. Salah satunya, Momon (45th), Pimpinan Sanggar Manis Cikurubuk-Tasikmalaya. Pada tahun 1989, beliau ditawari seorang penikmat seni budaya Sunda dari Belanda. Setelah mempertimbangkannya dengan matang, beliau bersedia untuk mengajar Seni Tari, Gamelan, Pencak Silat, dan Rampak Kendang di gedung seni budaya Modrekcht Provinsi Gouda Belanda. Setiap musim semi dan panas atau enam bulan sekali, beliau berangkat ke Belanda untuk mengajar pelajar-pelajar Belanda tentang kesenian dan kebudayaan Sunda.

Beberapa waktu lalu, di sela-sela latihan Seni Tari siswa-siswi SDN. Perumnas 1 Cisalak Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya, beliau menceritakan banyak hal selama mengajar di Belanda. Beliau merasa miris dengan apresiasi anak-anak muda Tasikmalaya khususnya, terhadap kesenian dan kebudayaan Sunda. Berbeda dengan pelajar-pelajar Belanda yang antusias mendalami kesenian dan kebudayaan Sunda. Mereka sangat tekun menela’ah filosofi dan mempelajari Tari, Pencak Silat, Gamelan, dan Rampak Kendang karena khazanah seni budayanya yang tinggi nilai estetis, pesan moral, dan esensi kehidupan.

Meskipun dikontrak secara pribadi oleh seorang penikmat seni budaya Sunda dari Belanda, keberadaan beliau terdaftar di KBRI Belanda sebagai warga Indonesia yang menjadi pengajar seni budaya, waktu itu. Secara materi, memang sangat jauh bila dibandingkan ketika dirinya mengajar di Tasikmalaya-Indonesia. Di Belanda, fasilitas lengkap dan gaji besar, adalah hak setimpal yang didapatkan atas jasanya membagi ilmu seni budaya Sunda. Memang ironis, ketika negara lain mengahargai kesenian dan kebudayaan begitu mahal. Sementara, kenyataan di negeri sendiri apresiasi dari pihak-pihak terkait kurang mereward jasa orang-orang yang melestarikannya.

Banyak seniman dan budayawan Sunda yang menetap di Belanda, karena bayaran yang melimpah. Memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya, ketika mereka hidup di negeri sendiri tanpa perhatian dari pihak-pihak terkait. Tapi tidak bagi Momon, beliau lebih memilih kembali ke Indonesia pada tahun 1992, tepat tahun ketiga mengajar di Belanda. Beliau memilih mengembangkan di daerah sendiri dengan membuka sanggar dan mengisi acara-acara seni budaya. Meskipun resiko di negeri sendiri lebih berat menanggung hidup dari kesenian dan kebudayaan Sunda, tidak menyurutkan semangat beliau untuk melestarikannya.

Setelah kembali ke Tasikmalaya, mulai tahun 1994 beliau menjadi guru honorer SMPN 4 Kota Tasikmalaya. Pengabdian menjadi tenaga honorer adalah pilihan hidup, setelah menolak penawaran perpindahan kewarganegaraan dari Belanda. Sampai detik ini, beliau masih mengembangkan kemampuan di bidang seni di sanggarnya dan menjadi pengajar seni tari (sukarelawan) di sekolah-sekolah yang ada di Tasikmalaya. Meskipun, bayaran yang diterima tidak sebesar pada saat mengajar di Belanda, beliau tetap bersyukur bisa melestarikan kebudayaan dan hidup dari pekerjaan yang dicintainya.



Peranan Guru Sebagai Inovator Pendidikan
Oleh : Adi Pratama, A. Ma.
Pendidikan merupakan kendaraan utama memberdayakan manusia dalam mengembangkan setiap unsur kehidupan, baik ekonomi, sosial, budaya, politik ataupun pemerintahan. Rendahnya kualitas dan sistem pendidikan di Indonesia yang jauh tertinggal dengan negara lain, pengaruh globalisasi serta kemajuan IPTEK yang semakin hari semakin berkembang, membuat pemerintah terus menerus melakukan inovasi atau pembaharuan di bidang pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar memiliki keterampilan dalam mempertahankan, memanfaatkan, dan mengelola sumber daya alam yang berlimpah, bersaing dan mengangkat derajat bangsa di era globalisasi. Kemajuan teknologi ditandai dengan banyaknya manusia yang harus berpikir bagaimana cara meraih masa depan, jika kita sibuk mengurus hari ini saja, kita tidak akan punya waktu untuk memikirkan dan merancang hari esok. Sedangkan orang yang berpikir maju akan menyiapkan diri, keluarga dan lingkungannya untuk masa depan.
Inovasi adalah segala sesuatu yang dirasakan sebagai hal baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sedangkan Inovasi pendidikan merupakan upaya dasar dalam memperbaiki aspek-aspek pendidikan. Intinya pembaharuan dalam pendidikan dapat terwujud, jika seluruh pihak sadar memikirkan kemajuan hakikat pendidikan.
Sampai saat ini pendidikan kita telah melalui tiga paradigma, yaitu paradigma pengajaran (teaching), pembelajaran (instruction), dan proses belajar (learning) (Dewi Salma P., 2000 ; 2). Paradigma pengajaran (teaching) dapat diartikan bahwa pendidikan hanya terjadi di sekolah, dimana guru sebagai satu-satunya narasumber. Paradigma kedua adalah pembelajaran (instructional) ; Paradigma ini lebih memberikan perhatian kepada siswa. Dalam paradigma ini guru bukan hanya satu-satunya narasumber dan tidak hanya sebagai pengajar, namun juga sebagai fasilitator yang membantu siswa belajar. Proses komunikasi dan pendekatan sistem mulai diterapkan dalam paradigma ini. Paradigma ketiga dalah proses belajar (learning). Paradigma ini menggali lebih dalam lagi seluruh aspek belajar, tidak hanya proses belajar yang berada di dalam pendidikan formal tapi juga di lembaga non formal.

Berikut ini adalah contoh-contoh inovasi pendidikan dalam setiap komponen pendidikan atau komponen sistem sosial menurut B. Milles yang di kutip Ibrahim (1988) :
1.Pembinaan personalia 2. Banyaknya personal dan Wilayah kerja 3. Fasilitas Fisik 4. Penggunaan Waktu 5. Perumusan Tujuan Pendidikan 6. Prosedur 7. Peran yang diperlukan 8. Wawasan dan Perasaan 9.Bentuk Hubungan Antar bagian (Mekanisme kerja) 10.Hubungan dengan Sistem Lain 11. Strategi (desain, kesadaran dan perhatian, evaluasi, percobaan).

Menyikapi hal tersebut di atas yang harus digarisbawahi adalah siapkah guru atau pendidik di Indonesia untuk menerima dan menerapkan inovasi ? Hal ini berkaitan dengan sikap, perilaku, pola pikir, guru itu sendiri. Lalu apa yang harus guru lakukan untuk melakukan suatu perubahan ? “Selalu ada pengorbanan untuk perubahan”, minimal seorang guru harus mengorbankan kepentingan pribadi, waktu, untuk mempelajari, menerima, memahami, dan menerapkan inovasi atau pembaharuan yang mereka terima. Sehingga guru tersebut tidak merasa kebinggungan ketika mengimplementasikan inovasi pendidikan kepada peserta didiknya. Berikut adalah beberapa langkah yang perlu diketahui untuk menerima proses inovasi : 1. Pengetahuan dan kesadaran akan adanya inovasi. 2. Pembentukan sikap terhadap inovasi. 3. Pengambilan keputusan ( menerima atau menolak inovasi itu ). 4. Mencoba menerapkan sebagian inovasi itu. 5. Kelanjutan pembinaan penerapan inovasi.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas diharapkan guru menempatkan dirinya untuk bisa melihat lebih dalam inovasi yang datang, dan menerapkannya baik kepada peserta didik, maupun mendifusikan ( menyebarkan ) inovasi itu kepada masyarakat. Karena sering kali usaha penyebaran inovasi kepada masyarakat kandas di tengah jalan. Untuk itu salah satu bekal yang berguna bagi usaha memasyarakatkan inovasi adalah mamahani karakteristik inovasi dan faktor – faktor apa saja yang berpengaruh dalam proses penyebaran informasi ke dalam satu system social serta membangun hubungan social yang baik. Yang jelas perkembangan suatu inovasi didorong oleh motivasi untuk melakukan inovasi itu sendiri.

Contextual Learning
Banyak perubahan dan pembaharuan yang dilakukan pemerintah dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan. Harapan perubahan itu, demi meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Seiring waktu, kurikulum pun bermetamorfosis demi tercapainya target manusia-manusia berkualitas. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 adalah Kurikulum yang digunakan mulai dari SD/MI hingga SMA atau sederajat. Kurikulum ini memiliki keunggulan tersendiri, siswa tidak lagi pasif ; hanya menerima pengetahuan dari guru saja. Justeru lebih progresif, siswa menjadi pusat, sementara guru memiliki tugas sebagai fasilitator. Artinya, siswa lebih aktif mengeksplor pengetahuan dan guru membimbing selama siswa memprosesi kemampuan ; mengamati, mendalami, dan menemukan pengetahuan selama proses pembelajaran.
Namun sayang, perubahan yang digalakan pemerintah belum diimbangi dengan sumber daya manusia (guru) yang siap mengimplementasikan kurikulum tersebut. Makanya, tidak jarang cara mengajar konvensional masih sering dijumpai disetiap sekolah-sekolah. Selama ini hasil yang diperoleh siswa di sekolah hanyalah materi pelajaran, mereka kebingungan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya siswa mengalami kesulitan bagaimana menghubungkan, mempraktekkan, dan memanfaatkan materi pembelajaran dengan kenyataan. Tidak disadari pola pikir siswa menjadi tidak berkembang, mereka terbiasa memahami konsep pendidikan dengan cara yang monoton dan abstrak. Padahal mereka membutuhkan konsep baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka kelak, terutama tempat kerja dan masyarakat.
Beberapa pertanyaan besar yang harus dijawab antara lain : apa yang harus guru lakukan ? Bagaimana cara menyampaikan konsep yang dapat diingat dan dimanfaatkan siswa? Bagaimana guru dapat meriset pola fikir siswanya agar mereka dapat mempelajari bermacam konsep menghubungkan dan menerapkannya di kehidupan nyata ?
Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas jelas guru harus melakukan inovasi pembelajaran, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama, seperti menggunakan metode ceramah. Guru harus mampu membuat PBM ( proses belajar mengajar ) yang berwarna dan terprogram, misalnya ; menyusun rencana pembelajaran, menyiapkan sumber dan media pembelajaran, dan memilih metode yang tepat. Seorang guru harus mampu membangun jembatan yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan informasi ( pengetahuan ) baru, sehingga siswa mampu menerapkan konsep pembelajaran dalam kehidupan.
Agar pembelajaran di kelas tidak monoton, hendaknya memperhatikan komponen pembelajaran kontekstual yang efektif, diantaranya :
1. Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan yang telah dimiliki.
2. Inkuiri ( menemukan ), proses dalam membangun pengetahuan / konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siswa belajar untuk menemukan suatu konsep dengan pemikirannya sendiri.
3. Tanya jawab, Pertanyaan guru dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara, memotivasi, membimbing, dan mengetahui tingkat perfikir siswa. sedangkan pertanyaan siswa merupakan proses untuk menemukan suatu konsep.
4. Kelompok belajar berfungsi sebagai tempat bekerja sama, komunikasi, tukar pengalaman dan ide / gagasan ( sharing ).
5. Pemodelan, pemberian contoh agar siswa belajar, berfikir dan bekerja.
6. Refleksi, yaitu merenungkan / mereview kembali suatu kejadian. Bertujuan untuk memperbaiki / menyempurnakan pembelajaran / hal yang dilakukan.
7. Penilaian otentik, prosedur penilaian yang mengukur kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan siswa.
Mengembangkan pola pikir siswa dalam pembelajaran, harus membangun suasana belajar lebih bermakna dengan cara mengalami sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru. Membuat siswa berpikir kritis dengan bertanya. Membuat komunitas belajar (belajar kelompok). Menggunakan model sebagai contoh dalam kegiatan pembelajaran. Merefleksikan apa yang telah dikerjakan. serta mengukur kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan siswa dengan membuat penilaian otentik.


• Perjalanan seribu mil selalu diawali dengan satu langkah. Mulailah dengan melakukan hal-hal kecil yang bermanfaat, karena jika suatu saat kita lihat sesungguhnya hal-hal kecil itu tidaklah kecil. Sekecil apapun perbuatan, itu jauh lebih baik dari pada sebesar apa.





Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh telah meneken Permendiknas Nomor 45/2011 tentang Kriteria Kelulusan dan Permendiknas Nomor 46/2011 tentang Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMP dan SMA.
Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) Tahun Pelajaran 2010/2011 jenjang sekolah menengah atas/ madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan (SMA/MA/SMK) akan digelar pada 18-21 April 2011. Adapun pelaksanaan UN sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs) akan digelar pada 25-28 April 2011.
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) menyampaikan, pemerintah menggunakan formula baru untuk menentukan kelulusan yaitu nilai gabungan antara nilai UN dan nilai sekolah yang meliputi ujian sekolah dan nilai rapor.  "Dengan formula baru kita pertimbangkan prestasi di sekolah (yaitu) ujian sekolah dan raport digabung dengan UN," katanya saat memberikan keterangan pers di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Jakarta, Senin (3/1/2011).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas Mansyur Ramly menyampaikan, UN Susulan SMA/MA/SMK dilaksanakan pada 25-28 April 2011 dan pengumuman kelulusan oleh satuan pendidikan paling lambat 16 Mei 2011. Sementara UN Susulan SMP/MTs pada 3-6 Mei 2011, sedangkan pengumuman UN SMP/MTs oleh satuan pendidikan pada 4 Juni 2011. "UN kompetensi keahlian kejuruan SMK dilaksanakan oleh sekolah paling lambat sebulan sebelum UN dimulai," katanya.
Mendiknas menyampaikan, sebelum kelulusan diumumkan, sekolah mengirimkan hasil nilai sekolah untuk digabungkan dengan hasil nilai UN ke Kemdiknas. Selanjutnya, setelah digabungkan dengan formula 60 persen UN ditambah dengan 40 persen nilai sekolah, nilai tersebut dikembalikan lagi ke sekolah. "Sekolah merekapitulasi dengan mata pelajaran lain. Kan ada tujuh mata pelajaran lain yang harus lulus. Yang menentukan kelulusan tetap satuan pendidikan," katanya.
Mendiknas mengatakan, dari peta nilai akan dilakukan analisa tiap sekolah. Bagi sekolah-sekolah yang nilainya rendah, akan dilakukan intervensi. Kemdiknas pada 2010 telah mengintervensi dengan memberikan insentif kepada 100 kabupaten/kota yang nilai UN-nya rendah. "Kami beri dana Rp1 miliar sebagai stimulus," ujarnya.
Insentif tersebut diberikan bagi kabupaten/kota dengan persentase kelulusan siswa kurang dari 80 persen dan memiliki indeks kapasitas fiskal kurang dari satu (<1). Adapun intervensi program yang dilakukan meliputi peningkatan kompetensi guru dan remedial.
Mendiknas tidak memberikan target khusus kelulusan siswa. "Justru yang menjadi target adalah kejujuran dari pelaksanaan UN. Itu yang lebih mahal karena dari angka kelulusan tahun lalu sudah 99 persen," katanya
sumber : kemdiknas.go.id