Selasa, 23 Maret 2010

di Dasar Sadar

Kau di Puncak Hujan 2

Oleh : D. Dudu A. R.

Di puncak hari, langit menangis juga

Ketika cambuk matahari mengamuk

Aku tak sadar, lelah di muka malam

Adalah keringat tubuh yang merindu dekap hangat


Seribu kali sayang, keinginan hanyalah khayalan

Betapa tidak, penari dalam otak laksana bidadari di televisi

Direngkuh tak tergapai, di cium hanya mengembun di layar

Lalu, aku nanar, berontak menampar nalar



Rebahkan lelah di pembaring penantian, tak pernah

-lelap

Hanya bunga-bunga saja mengikuti sedari tadi

-di mimpi



Aku lemah, ketika mata memandang lengkuas hati

hanya jemari menarinari, di kertas bekas serabi

Aku tak ingin biasa menantimu disetiap senja

Kemari, jadilah lembayung ketika aku limbung



2010





Di Tol Ciperna

Oleh : D. Dudu A. R.


Tergesa, muncratkan tinta; darah di tubuh gelisah

Menggelora, ketika perjalanan lama hanya sekejap


Senyap,

Entah sadar terlarut ke pusaran maut

Terbang melengkung di safir langit, seperti Elang.

Menukik di surau jembatan; rebahkan lelah di pelataran taman


Tak pernah sebuncah kali ini, mendaki waktu tanpa remah kebiri resah

Ada perasaan ganjil menemani ruh, bergelombang di arus angin

Melesat satu arah, bergumul syahdu; menelorong ke langit tujuh

Menyatu dengan zat maha dahsyat, ”gawat aku kiamat”.


Dia kah mendekap? Membawaku ke tiada arah

Jiwa ke dasar sadar, tak ada gusar menampar

Daun senja melambai-lambai, saat terakhir merenung di buaian

Aku kembali mengembara.


2010




SHOLAWAT

Oleh : D. Dudu A. R.


Kau Cahaya Manusia

Kau Langit Damai

Kau Bahasa Santun

Kau Kekasih Semesta

Yaa Muhammadarrasuulullah


2010


Lampion Seberang Jalan

Oleh ; D. Dudu A. R.

Angin lalu lalang menampar malam

Diantar mata terawang, kau tak terbenam

Bersama getir relung

Petir melengkung linglung

Di sini kursi yang kududuki

Penyandar hati gusar

Merajut buncah lelah sudah

Ketika keram mulai merajam

Aku tetap panjang memandang

Meski kabut membangkang awan

Hai kawan,

Aku lirih saat bulan karam

2010



Membunuh Limbung Jiwa

Oleh : D. Dudu A. R.


Meski nanar menjalar di tempurung hening

Tak sejumput buncah menyeruput kening

Aku tetap berdaya, memuja semburat raya

Di alam yang semakin renta. Aku percaya Tuhan

Selimuti hati yang kini masih terlunta pengembaraan


kanalkanal di aorta masih deras mengalir ke muara jiwa

Meriaki arus kepada pencarian yang hampir aus

Dalam jiwa stagnan, aku masih bertahan di pucuk daun

keyakinan. Di seberang sungai, pijar masih kulihat di siluet senja


: Mataku tak buta meski terkatupkatup


Memang temaram, aku tenggelam ke palung sadar, selami diri

Menggenggam hakikat hingga kembali ke permukaan terang

Hidup kumaknai sebagai jutaan langkah, dan berujung di genggaman

Malaikat maut yang merunut di setiap letupan bukit kesejatian.


Biarpun tergopoh menjumput obor di gua tua,

Tak 'kan berkeluh meski tulangku remah.

Tak 'kan kubiarkan tangan ini menyerah menggapai cahaya

Hingga mati di pangkuan Sang Semesta


2010





Vespa Pink

Oleh : D. Dudu A. R.


Sedetik ke mati

Sejenak ke suri

; lepas, hilang, tiada

Vespa, terakhir kali sadar menjegal

Terpelanting membeai ruh dari tubuh

Entah, pijakan telapaki perjalanan

Tak ada perasaan untuk kembali berdiri

: lumpuh


Ujung, benarbenar menempurung kembara

Larut ke dalam pusaran maut

Menyelisir di desir sadar

Hingga pekik perih meringis di sekujur badan


04 April 2010



Larut ke Khazanah Katamu

Oleh : D. Dudu A. R.


Tidak semata kubeli katakata

Dengan harta melimpah

Tidak sekedar kusilir maknamakna

Yang terangkum di kertas baiduri

Sepanjang zaman


Aku ingin tenggelam ke dalam pusaran renungmu

Agar jiwaku aus bersama khazanah susastra

Yang membangun istana raja laut kata

04 April 2010


Lagi, kehilangan Kata

Oleh : D. Dudu A. R.

Kesekian kali, kertaskertas beterbangan

Hinggap di kalikali, riak menyeruak

Melarutkan bara makna ketulusan

Menghilir deras tanpa bebatuan

Selepas merunut kata yang terangkum dalam bendung sungai wacana

Semua menderas tibatiba, mengalir ke arah tak bermuara


04 April 2010


Selami Laut Kata

Oleh : D. Dudu A. R.


Duduk di selasar langit bersama perempuan bernyawa dua

Aku rebahkan tulangtulang lelah, sesaat raga dihujam gerah

Lalu lalang selir tuan raja hembuskan parfum yang memabukkan

Jiwa sepeti menenggak sebotol rum di senja


Dadaku gusar, gerayangi rasa untuk menjamah tumpukan kertas

Di keranjang yang sengaja di tata rapi pemilik istana


Tak sadar aku diajak menari selayak pengikut rumi, memutar spiral

Hingga terlarut ke dalam bilikbilik buku baiduri

Aku dicumbu jiwa tafsir dalam balutan gumpalan kata tuan renung

Termenung hingga tenung pikiran mengeja laut aksara


04 April 2010


Ing..., Ki Hajar Dewantara1

Oleh : D. Dudu A. R.


Kubaktikan seluruh hidupku

Membangun negeri raya ini

Menjadi pendidik berdedikasi

Tulus-ikhlas merevolusi cita penerus bangsa


Semangatmu kukobarkan di obor dunia

Sebagai bekal pengabdian diri

Ing ngarso Sung Tulodo

Ing Madya Mangun Karso

Tut HurĂ­ Handayani


2009



Ing..., Ki Hajar Dewantara 2

Oleh : D. Dudu A. R.


Ketika dada gersang

Ketika tubuh kerontang

Baitbait ini menjadi relief di dasar rumal

Adakah semburat kirana di langit jiwa?


Dalam jasad kunci pintu dunia

Seharusnya, obor yang digenggam di gua terdalam

Adalah petunjuk jalan ketika gulita menjadi beliung

Di manakah ruhruh Dewantara?


Atas nama profesionalitas

Pahlawan tanpa tanda jasa menjadi popularitas

Memaku di runut pejalanan retorika selebritas

: Lukisan guru tanpa pendidikan sejati


05 April 2010


Kartini Menangis

Oleh : D. Dudu A. R.


Kau yang dielukan setiap ritus April menjelang datang

: Sanggulmu tiada lagi bermakna tegar di wujud lembut sebangsamu


Hanya dadadada busung biaskan puting etika juga tutur yang tak runut

Ada yang dilupakan, terhadap kemuliaan yang engkau dendangkan


Bahwa derajat kaummu menjulang di gununggunung, bukan menjadi racun kemajuan

Tak benar pula sebagai penghias pawon* untuk melayani rajaraja hatinya

Air matamu deras tak terbendung, karena kini ruhmu di raga belatung

_________

*pawon : dapur


07 April 2010



Pasca Gempa Tasikmalaya

Oleh : D. Dudu A. R.


”Lembaran undangan pernikahan tersebar menjelang buka puasa”

Senja biru 15:05. Kuketuk pintu gubuk sahabat lama

Lalu kusalami jiwajiwa di tengah ruang

Sedetak terbuka, lebat hujan menghujam genting berdenting pula


: Bukan rampak nyanyian lagu rinai mata air langit


Bumi berdansa retak di tulang remah hingga membuncah hebat di ruang dada

Sekejap saja luluh lantah, gedung menjulang setinggi tanah, runtuh berserakan

Bersama kawan keliling kota merekam keadaan sekitar

Benar, puingpuing menjadi lukisan sesayup mata


Tanpa musabab, jiwa menjadi terjerembab ke dalam relungrelung renung

Gempa menggelepar di langitlangit dada : seminggu lagi menikah


Tak sedikit pun paras bahagia melukis dunia

Padahal kuusung demi merenda tauan rasa lillah

Kidung hening malam tak pernah berhenti

Hingga mengantarkanku ke bibir pelaminan

Selama itu aku kuatkan keyakinan : menyunting perawan untuk kedamaian ke Tuhan


07 April 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar