Rabu, 21 April 2010

Ode Kartini 21 April 1879 - 21 April 2010

Ode Kartini 21 April 1879 - 21 April 2010

Karya : D. Dudu A. R.

[1]

Door Duistermis tox Licht

Bunga kuncup jepara di tengah jawa

Telah melekar hingga seantero dunia

Engkau bersikukuh menyangga bulan

Memendar derajat kaummu yang remang di awan zaman


Banting tulang menubruk budaya kawat tembaga

Mewujudkan gundah hingga menjadi cita mulia

Rintang yang melintang disetiap langkah

Tak menyusutkan mawar, semerbak harum di mimpi saja

Hingga tulangmu remuk menjadi serbuk kebebasan lembut


Kau tulis sajaksajak lentera kepada sahabatmu di negeri seberang

Kau tulis sajaksajak purnama kepada malam yang membalut asamu di temaram

Demi kaummu yang selalu menjadi alas penggawa

Demi kaummu yang selalu merintih di digjaya singgasana


Tak luput dalam benak di setiap jantungmu berdetak kuat

Tentang kesejajaran garis khatulistiwa keberadaban

Yang hidup berdampingan; tanpa menindas hak perempuan

Bukan untuk membangkang takdir Tuhan


[2]

“Habis gelap terbitlah terang”

Kau adalah matahari ketika kejora menelusur ke pagi

Sebagai sumber inspirasi yang berdedikasi

Untukmu jua kaummu yang pucat karena transisi.


Bunga kuncup itu telah menghiasi

Taman-taman khatulistiwa dari angin timur hingga barat

Lazuardi. Gundahmu telah gugur menjadi

Semburat prasasti; unjuk diri sebagai hak manusiawi


Berkali-kali nyanyianmu menggugah kalbu pemburu nafsu

Tak ubahnya penyanyi langit menampar hujan; halilintar.

Namun, lagi-lagi kilatnya tak mampu menempas keserakahan

Ruang yang mengaku mengagumimu sebagai ratu perempuan


[3]

Tak sedikit bunga-bunga yang tertanam di taman, mencabik diri

Karena batas tak lagi di hati nurani. Kaummu kembali menjadi

Budak-budak teknokrasi. Menjadi buruh-buruh pabrik

Dengan gaji yang tidak serasi. Paras-parasnya pasi

Di telan zaman, tak sepadan dengan perjuangan.


Diinjak-injak seperti belatung bergelantungan

Di ranting rapuh yang tak bertuan. Bunga kuncup dari jepara

Sebatas menhir bagi mereka. Tak lebih dari patung yang kaku

Gagap, tak mampu menembus birokrat hingga ditertawakan gagak


Ragaraga remah yang kau sangga dengan sajak mataharimu kembali melebur

Menjadi debu. Terbawa angin ke sana ke mari; tak berarah ke haluan bayu

Padahal uraturat nadimu telah kejang hingga maut meradang

Hanya untuk kemerdekaan yang tak sembarang bagi hakikatmu sebagai pejuang


Kartini. Dulu, kini, dan nanti adalah benderang sepanjang zaman

Meski redup sering menghadang kenyataan. Kau akan tetap menjadi

Ibu pertiwi perempuan-perempuan Indonesia Raya yang terang

Meski engkau telah pulang ke abadian rumah Tuhan.


Tasikmalaya, 21 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar