Senin, 26 April 2010

ESSAI 2

UASBN SD bukan Musuh yang Harus Ditaklukkan dengan Cara Tidak Sehat

Oleh : D. Dudu Abdul Rahman, S. Pd.

"Nanti, saya akan bekerjasama dengan guru-guru Kelas VI UPTD. Entah Berantah, meminta sisa soal yang dikirimkan Dinas Pendidikan untuk UASBN SD tahun ini", cetus salah seorang ibu yang berseragam dinas guru di angkot. Hati mendadak meringis, setelah mendengar perbincangan salah satu pengajar itu dengan kawannya. Betapa tidak, ketidak percayaan atas kemampuan siswa-siswinya menghadapi UASBN SD, yang sebentar lagi dilaksanakan di awal Mei 2010, menghancurkan esensi pendidikan itu sendiri. Betapa tidak, siswa dipaksa untuk mendramatisir sebuah evaluasi yang berstandar nasional tersebut. Siswa sudah memiliki jawaban-jawaban dari gurunya, sehingga dalam pelaksanaannya mereka tinggal mengisi lembar jawaban. Mau jadi apa generasi negeri ini? Meskipun 20 tahun ke depan jika tidak ada kesadaran berbagai pihak dalam memajukan pendidikan, negeri ini tetap berada di belakang negara lain.

Melihat peristiwa di atas, pendidikan bukan lagi bertujuan untuk mengasah kompetensi siswa. Namun, berlomba untuk sebuah pencitraan instansi secara kuantitas di mata masyarakat, khususnya orang tua siswa, agar instansi sekolah tersebut dibilang bagus. Bisa jadi, celetukan guru di angkot tadi mewakili paranoia guru-guru lain untuk melakukan hal serupa. Perlu kesadaran tinggi untuk memajukan pendidikan negeri ini, tidak semata-mata hanya kuantitas, tetapi bagaimana caranya meluluskan siswa-siswi yang berkualitas untuk meneruskan cita-cita para founding father?

Hal seperti ini tidak boleh terjadi, karena dapat merusak tujuan pendidikan yang sangat mulia telah dipaparkan dalam Pasal 4, Sistem Pendidikan Nasional :

“Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.


Ironis sekali memang, jika oknum guru kelas VI SD dan UPTD Pendidikan, berjama’ah untuk membocorkan soal yang telah dirahasiakan oleh negara. Di samping itu, dampak yang paling mendasar yaitu memberikan contoh yang sangat buruk terhadap perkembangan anak, disadari atau tidak hal tersebut membentuk siswa menjadi seorang plagiator. Masyarakat Indonesia, sudah terkenal dengan kepintaran menjiplak karya-karya orang lain; pembajakan, pembuatan karya ilmiah, dsb. Maka, sudah selayaknya para pendidik menjadi pioneer membentuk karakter manusia bangsa ini yang mandiri dan mampu menciptakan sesuatu yang mengharumkan negeri di mata dunia. Stop! Satu kata yang paling mutlak, membentuk generasi yang tidak baik.


Jangan jadikan UASBN itu sebagai akhir segalanya dari evaluasi pengajaran dan pembelajaran. Sehingga, hal-hal yang tidak patut dilaksanakan oleh guru, artinya membocorkan soal untuk dibagikan kepada siswa menjadi sumber satu-satunya, agar siswa-siswi tersebut lulus dan memiliki predikat baik dengan menghalalkan segala cara.


Diharapkan, pengawas sekolah dan independent bekerjasama untuk tidak terbujuk oleh oknum guru tersebut. Yang penting dalam ujian berstandar nasional adalah sebagai refleksi selama proses pengajaran dan pembelajaran 2 semester di kelas VI. Jangan pula hasil UASBN adalah satu-satunya standar kelulusan bagi siswa. Karena, ini tidak sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD; banyak aspek penilaian yang harus dikonvergensikan dalam meluluskan atau tidaknya siswa kelas VI.


Khusus untuk guru kelas VI, mari memajukan pendidikan dengan cara yang sehat, biarkan siswa-siswi kita mengembangkan daya intelektualnya sendiri, selama UASBN berlangsung. Bagaimanapun, proses pembelajaran sudah diusahakan dengan sebaik-baiknya. Jadi, percayakan semuanya kepada usaha siswa, yang selama ini sudah dibimbing oleh kita. Ingatlah pepatah Ki Hajar Dewantara :

Ing ngarso sung tulodo

Ing madya mangun karso

Tut wuri handayani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar