Larung ke relung kata, mendaki ke pucuk makna, lejar ke langit jiwa, lalu bersedekap menafsirkan diri.
Selasa, 01 Februari 2011
Dimana Matamu?
Di sini, di kolong jembatan bayi-bayi lahir dari perut kempes
yang menghembuskan nafas bergumul dengan asap pekat knalpot
Kemudian merembes pada palung dadanya yang tuberculosis
Di sini, di pinggiran kota para jelata menyucikan tubuhnya
Dengan air yang mengalir dari rumah-rumah parlente
Sementara mereka memungut sampah dari kali
Sebagai makanan sehari-hari
Di sini, di gubuk-gubuk yang berdinding kardus dan beratap langit
Tubuh-tubuh pasi menggigil mengharapkan selimut hangat yang
Berasal dari sutera keadilan, namun penantian itu tak kunjung datang
Hingga sekarat adalah jawaban
Di sini, di rimba hutan yang masih perawan
Sebentar lagi menjadi rebutan mata keranjang para kolega
Hingga dijamah berkali-kali, lalu ditinggalkan setelah kepuasan hegemoni terpenuhi
Di sini, di tanah yang katanya bambu saja bisa tumbuh
Para pencari nafkah selalu menemui jalan buntu
Untuk menghidupi keluarganya yang menanti sampai mati
Sementara batu bara, emas, intan, dan minyak, telah dijual
kepada mereka yang menumbu kemiskinan semakin lama.
2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar