Kamis, 18 November 2010

Rawivanka


Karya : D. Dudu AR

Bukan saja menghabiskan malam-malam yang basah

Atau meracau selengkung langit tanpa kunang-kunang

Tetapi selalu tidak mengenal waktu juga ruang

Ketika urat-urat otak kejang, demi memuntahkan pikiran

Tentang gurauan kepada mimpi juga kenyataan

Ini tentang laki-laki pengembara

Yang hampir tersesat di bukit perawan tak berjarah

Karena birahi-birahi yang tak mengenal sungai sebagai jalan

Selalu buncah ketika tersendat di pepohonan Jati ataupun Waru

Memang, dari awal perjalanan tak pernah menuliskan alamat-alamat

Yang pernah dilalui sebelumnya

Hanya berjalan dan berjalan

Kadang ke utara atau ke timur

Kadang tak menggubris angin atau daun yang tersapu

Hingga pada malam-malam yang sama basahnya

letupan-letupan magma terus menerus muncrat

menjadi wedus gembel yang mengepul

menuju lindai membentuk lantai pondok pesanggrahan

Seluruh paras-paras maya yang sempat bercengkrama hangat

Disetiap sudut-sudut kamar yang tak jelas tempatnya

Berkumpul untuk meriwayatkan peristiwa-peristiwa

Dari tempat yang tak jelas itu

Kini, sebotol air mineral dan secangkir kopi panas dingin

Menjadi bunga-bunga mekar di meja tamu

Dan kepulan-kepulan tembakau yang menjadi kabut obrolan

Adalah hisapan yang dihembuskan sebagai gelembung

muntahan angan yang menjadi sebuah titik beralamat.

2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar