Selasa, 18 Mei 2010

Kata Mereka, berawal dari Yogya 27 Mei 2006


Karya : D. Dudu Abdul Rahman

[1]

Sabtu Wage, selepas shubuh pulang, temaram menuju benderang

Ruh-ruh yang masih di arasy, tercekat gemuruh tektonik Hindia

Sontak, kalang kabut menjadi pemandangan perawan hari

Raga-raga yang merebahkan lelah, sekejap menjadi mayat-mayat


27 Mei 2006, warta duka sejagat nusantara

Yogya, memikul lara atas rimpuh alam ditelan zaman

Tak bisa dipungkiri, semua ini kehendak Ilahi

Tak bisa dikembalikan, seluruh nyawa lekas pulang

Ke pangkuan Tuhan.


Hanya 25 detik, gedung menjulang porak poranda

Rata dengan asalnya; tanah. Isakan histeris adalah nyanyian

Miris. Betapa tidak, rakyat biasa menjadi tumbal murka Tuhan

Mungkin, karena lena menjadi sahabat setia, pantas saja adzab menghampiri

Tanpa diundang tuan.


05.53 WIB, waktu menjadi saksi; mencatat peristiwa gelombang

5,9 skala Ritcher menggebrak tanah sisi selatan Jawa meradang.



[2]


Sayang seribu kali sayang, disaat pekik jelata melata,

Tanah Sidoarjo semburkan selibut hawa sengat

Pengap di paru rakyat, karena oknum pejabat keparat

Ya, karena bumi ini tak mampu lagi mengemban penghianat


Kembali, rakyat tak mampu menghindar

Untuk sekedar memendar semburat luka

Dari bencana yang menenggelamkan prasasti

Yang dibuat dari mata air keringat berhari-hari

: gubuk-gubuk lapuk para prakerta bersenda tawa

Melebur menjadi lumpur busuk menusuknusuk


Langit bilik, tak ada lagi ketika mata terkatup untuk lelap

Kini, menjadi langit yang kadang bintang dan purnama menyapa

Itu masih merenda hati gulana. Namun, ketika lebam awan menghias

Tangisantangisan alam menyatu dengan jeritan malam yang menggigil

Di dada para penari gelisah. Bagaimana tidak, mereka busung di setiap lengkung waktu.



[3]


29 Mei 2006, adalah awal kecerobohan; pemicu berang alam.

Yang akan membenamkan timur jawa dan pasundan

Sepertinya, bumi bukan alas lagi, untuk ditapaki cucu dan buyut; sang generasi

Atau mereka tak ‘kan ada, karena kita kadung terkungkung pulau yang sedang limbung


Empat tahun sudah tanah menjadi lembek melibihi rempeyek

Entah di ranting mana lagi, peraduan digantungkan. Usaha Kepala Negara

Sudah diulurkan, pihak bertanggung jawab mencoba mendedikasikan harta

Namun, rasanya sia-sia. Karena, tiga puluh enam tahun adalah akhir dari bencana

Mungkin, kita sudah terkubur bersama lautan resah yang gembur di telan lumpur


Jawa adalah sebutan saja dilintas pulau

Jawa adalah nama yang pernah tersematkan

Di antara bukit, gunung, dan lautan di seberang terawang

Di antara peradaban yang pernah dilewati, semasa kita tegak berdiri


Tasikmalaya, 18 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar