Seperti biasa, malam menjemputku ke sambit rencana
tanpa perasaan berbunga, kudesah nafas agak gelisah
betapa tidak, juwita di utara sedang menampani panah
rindu yang kulesatkan ke jantung menanah
Magrib mencoba menyirib hati yang sedang sulit
hingga kusejajarkan muka di alas tanah legit
berulang kali kucium bau basah menjamah
selepas rinai langit mencumbu rona merahnya
Sekelebat kilat memagari langit hingga mata memendar semburat
selirselir malam mencoba mengabari setengah sadar pertapaan kelam
bahwa sekejap serindai bayu menawari rempah sebagai pengobat lara
: seorang ratu nun jauh di sana menyalami serimpung sepi di daun jiwa
Aku resapi lirih yang menelusup ke gendang lembab
aku hayati tarik ulur geliatmu di desir terawang
siapakah engkau, yang datang tibatiba menyapa?
sementara kekasihku menunggu setia di kejora
Dosalah aku bila menyepimu
sombonglah aku bila hening menjadi sahabatmu
ya, aku balas salammu dengan serumpun tanya
ya, aku masih menyeringai seperti serigala
karena, aku takut engkau serupa duri di tangkai mawar
Lalu, bibirmu bersasmita hingga hatiku jatuh ke putik pujapuja
tapi, aku tidak lekas tergoda atas jabatan pujianmu
kepada frasefrase yang kutebarkan di sempurna bulan,
membentuk makna hingga kau pun jatuh cinta kepada pahatan
kataku yang terukir megah di pualam relungmu.
Seperti biasa, malam menjemputku ke sambit rencana
tanpa perasaan berbunga, kudesah nafas agak gelisah
betapa tidak, juwita di utara sedang menampani panah
rindu yang kulesatkan ke jantung menanah
Magrib mencoba menyirib hati yang sedang sulit
hingga kusejajarkan muka di alas tanah legit
berulang kali kucium bau basah menjamah
selepas rinai langit mencumbu rona merahnya
Kutenun kembali purnama selepas melukis limbungku
Betapa tidak, nafasku, kau, dan dia memilin bulan bertubi-tubi
Entah, rahasia apa yang disembunyikan tafsir untuk kutela’ah
Tak mungkin sebentar aku gelar tembikar jawaban di selasarnya.
Kau menjadi buih seribu malam
Aku menyisir di tepi temaram
Kau menjadi kabut setiap kalut
Aku embun di daun katup
Antara aku dan kau menjadi mekar rindu
Yang ditunggutunggu di musim sembilu
Semerbak apakah yang diinginkan?
Tak ada satu pun wangi siliri hati
: Aku tiada untukmu sebagai kekasihnya
Cirebon, 23 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar