Minggu, 23 Mei 2010

Terawang Bulan ke Mawar Lamunan


-buat NFL


Seperti biasa, malam menjemputku ke sambit rencana

tanpa perasaan berbunga, kudesah nafas agak gelisah

betapa tidak, juwita di utara sedang menampani panah

rindu yang kulesatkan ke jantung menanah


Magrib mencoba menyirib hati yang sedang sulit

hingga kusejajarkan muka di alas tanah legit

berulang kali kucium bau basah menjamah

selepas rinai langit mencumbu rona merahnya


Sekelebat kilat memagari langit hingga mata memendar semburat

selirselir malam mencoba mengabari setengah sadar pertapaan kelam

bahwa sekejap serindai bayu menawari rempah sebagai pengobat lara

: seorang ratu nun jauh di sana menyalami serimpung sepi di daun jiwa


Aku resapi lirih yang menelusup ke gendang lembab

aku hayati tarik ulur geliatmu di desir terawang

siapakah engkau, yang datang tibatiba menyapa?

sementara kekasihku menunggu setia di kejora


Dosalah aku bila menyepimu

sombonglah aku bila hening menjadi sahabatmu

ya, aku balas salammu dengan serumpun tanya

ya, aku masih menyeringai seperti serigala

karena, aku takut engkau serupa duri di tangkai mawar


Lalu, bibirmu bersasmita hingga hatiku jatuh ke putik pujapuja

tapi, aku tidak lekas tergoda atas jabatan pujianmu

kepada frasefrase yang kutebarkan di sempurna bulan,

membentuk makna hingga kau pun jatuh cinta kepada pahatan

kataku yang terukir megah di pualam relungmu.


Seperti biasa, malam menjemputku ke sambit rencana

tanpa perasaan berbunga, kudesah nafas agak gelisah

betapa tidak, juwita di utara sedang menampani panah

rindu yang kulesatkan ke jantung menanah


Magrib mencoba menyirib hati yang sedang sulit

hingga kusejajarkan muka di alas tanah legit

berulang kali kucium bau basah menjamah

selepas rinai langit mencumbu rona merahnya


Kutenun kembali purnama selepas melukis limbungku

Betapa tidak, nafasku, kau, dan dia memilin bulan bertubi-tubi

Entah, rahasia apa yang disembunyikan tafsir untuk kutela’ah

Tak mungkin sebentar aku gelar tembikar jawaban di selasarnya.


Kau menjadi buih seribu malam

Aku menyisir di tepi temaram

Kau menjadi kabut setiap kalut

Aku embun di daun katup


Antara aku dan kau menjadi mekar rindu

Yang ditunggutunggu di musim sembilu

Semerbak apakah yang diinginkan?

Tak ada satu pun wangi siliri hati


: Aku tiada untukmu sebagai kekasihnya


Cirebon, 23 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar